China dan Filipina Bidik Kerja Sama Eksplorasi di LCS

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Kamis, 22 Mar 2018 11:02 WIB
China dan Filipina membahas kemungkinan menggelar eksplorasi minyak dan gas di Laut China Selatan, meredam ketegangan akibat sengketa lahan di perairan itu.
Menlu China dan Filipina membahas kemungkinan menggelar eksplorasi minyak dan gas di Laut China Selatan, meredam ketegangan akibat sengketa lahan di perairan itu. (Parker Song/Pool via Reuters)
Jakarta, CNN Indonesia -- China dan Filipina membahas kemungkinan menggelar eksplorasi minyak dan gas bersama di Laut China Selatan, meredam ketegangan bertahun-tahun akibat sengketa lahan di perairan itu.

"[Kami] dengan tulus akan menjalankan kerja sama eksplorasi gas dan minyak lepas pantai. Sengketa Laut China Selatan tak akan lagi menjadi sumber energi negatif yang menghalangi pembangunan hubungan bilateral," ujar Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, setelah bertemu Menlu Filipina, Alan Peter Cayetano, Rabu (21/3).

Menyambut pernyataan Wang, Cayetano kemudian mengatakan bahwa kedua negara akan bekerja sama membahas kerangka kerja resmi untuk menjalankan eksplorasi dan survei gabungan.
"Hubungan kami sedang dalam masa emas, dengan momentum yang sangat positif. [Kami] siap menghadapi tantangan bersama," ucap Cayetano, sebagaimana dikutip AFP.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hingga kini, belum ada rincian pasti mengenai kerja sama tersebut. Namun, pergerakan ini langsung menimbulkan kekhawatiran di tengah konflik sengketa yang belum terselesaikan antara China dan sejumlah negara di kawasan, seperti Vietnam, Brunei, dan Malaysia.

Filipina sendiri sebenarnya masih memiliki sengketa dengan China di LCS. Di bawah pemerintahan sebelumnya, Filipina sangat tegas menentang klaim China atas 90 persen wilayah perairan yang kaya sumber daya itu.
Saat Presiden Benigno Aquino menjabat, Filipina bahkan mengajukan tuntutan yang mempertanyakan keabsahan klaim China ke Pengadilan Arbitrase Tetap (PAC).

PAC kemudian menyatakan klaim China di LCS tidak sah pada 2016, saat pemerintahan baru saja bergulir ke tangan Presiden Rodrigo Duterte.

Duterte mengaku lebih memilih kesepakatan "kepemilikian bersama" atas wilayah sengketa itu ketimbang mengorbankan tentara Filipina dalam perang dengan China. (has)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER