Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang pegawai PBB bernama Martina Brostom mengaku menjadi korban
pelecehan seksual yang dilakukan oleh bekas atasannya Luiz Loures yang saat itu menjabat sebagai Asisten Sekretaris Jenderal PBB
Pelecehan terjadi di tengah sebuah konferensi di Bangkok pada Mei 2015 dan Marina mengatakan dia ditarik paksa oleh Loures ke dalam sebuah lift. Di sana ia mengaku dicium secara paksa oleh Lourez dan berusaha diseret ke dalam sebuah kamar.
"Saya memohon kepadanya dan saya hanya bersiap dengan semua kemampuan saya untuk tidak meninggalkan lift," ujar Brostrom dalam
wawancara ekslusif dengan
CNN, Jumat (30/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Brostom, yang menjabat sebagai penasihat kebijakan Program PBB untuk HIV/AIDS (UNAIDS), menyebut pascakejadian itu Loures, yang juga menjabat sebagai Wakil Direktur Ekesekutif UNAIDS, menawarkan promosi jabatan jika memaafkannya.
Kepada CNN, Loures membantah tuduhan tersebut dan mengklaim telah menjalani proses penyelidikan selama 14 bulan terkait dengan tudingan itu.
Namun, ia mengkritik penyelidikan itu 'sangat cacat'.
Laures keluar dari PBB usai kontraknya berakhir pada pekan ini dan PBB menyebut kepergian Laures murni keputusan pribadi.
Selain Brostom, Laures juga diduga melakukan pelecehan terhadap dua perempuan lain.
Salah satu perempuan yang mengaku menjadi korban lain Laures adalah Malayah Harper. Ia mengaku pelecehan yang dialami pada tahun 2014 mirip dengan apa yang terjadi terhadap Brostom.
Sementara, korban ketiga enggan menyebut namanya karena alasan pekerjaa. Namun dia membenarkan ia menjadi korban pelecehan Laures beberapa tahun lalu.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif UNAIDS Michel Sidibe membantah pernah menerima laporan dari ketiga perempuan yang mengaku korban pelecehan Loures itu. Ia justru memuji sikap Loures yang berani meninggalkan PBB dan menilai para karyawan yang berbicara terbuka tentang pelecehan seksual tidak bermoral.
Sejumlah aktivis dan karyawan PBB menyatakan UNAIDS telah lama melindungi seorang pejabat yang melakukan pelecehan seksual. PBB dianggap gagal menangani kasus pelecehan seksual dan lebih memprioritaskan reputasi organisasi.
Bahkan, mantan pejabat UNICEF Stephen Lewis yang saat ini bekerja di LSM yang berkonsentrasi di bidang AIDS menyebut jabatan di PBB merupakan hal yang sakral.
"Ada pemahaman bahwa dalam situasi apa pun Anda tidak boleh mencoreng nama PBB ," ucap Lewis.
Sebelumnya, gelombang pengakuan soal pelecehan seksual lebih dulu menerpa Hollywood. Lantaran itu, muncullah tagar #MeToo di media sosial sebagai wujud perlawanan terhadap pelecehan itu.
(arh/asa)