Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Luar Negeri
Arab Saudi Adel al-Jubeir menyatakan negaranya siap bergabung dan mengirimkan pasukan ke
Suriah jika koalisi Amerika Serikat diperluas.
"Kami tengah berdiskusi dengan AS dan itu sudah dilakukan sejak awal krisis Suriah, soal pengiriman pasukan ke Suriah," kata Jubeir dalam konferensi pers bersama Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres, Selasa (19/4).
Dikutip
Reuters, dia mengatakan Riyadh sempat menyatakan kesiapannya saat Barack Obama masih menjadi Presiden Amerika Serikat, jika Negeri Paman Sam ingin menambah komponen lapangan dalam memerangi ISIS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jubeir merespons pertanyaan soal laporan
Wall Street Journal yang menyebut pemerintahan AS mencoba menyusun pasukan Arab untuk mengganti kontingen militernya di Suriah.
"Ada diskusi soal ... pasukan apa yang dibutuhkan untuk berada di timur Suriah dan dari mana pasukan itu berasal, dan diskusi itu terus berlangsung," kata Jubeir.
Trump ingin menarik pasukannya di Suriah tapi belum menentukan waktu pastinya, kata juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders, Senin, dua hari setelah sekutu Barat membombardir sejumlah sasaran di Suriah terkait serangan senjata kimia mematikan.
Seorang pejabat mengatakan kepada
Reuters bahwa AS tengah menimbang pasukan apa yang mungkin bisa meneruskan tugas di daerah bekas kekuasaan ISIS, jika Amerika menarik atau mengurangi pasukannya dalam jumlah besar. Namun, belum ada keputusan terkait hal itu hingga saat ini.
Sebelum serangan militer Barat dilakukan, Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman mengatakan negaranya yang merupakan sekutu penting AS, bisa ikut serta bertempur di Suriah.
Meski sejumlah pengamat mengasumsikan Arab Saudi masih disibukkan dengan perang tiga tahun di Yaman, Riyadh menyiratkan siap membantu operasi kontra-terorisme di konflik lain sebagai bagian dari aliansi Arab yang lebih luas.
Contohnya, koalisi Islam yang didukung Saudi akan menyediakan logistik, intelijen dan pelatihan untuk pasukan kontra-terorisme baru Afrika Barat, kata Jubeir, Desember lalu.
Sekitar 40 negara mayoritas Muslim berkumpul di Riyadh pada akhir November untuk membedak rincian aliansi yang pertama kali digagas Pangeran Mohammed dua tahun lalu. Persekutuan itu dipandang sebagai kendaraan Saudi menyaingi pengaruh Iran, negara pesaingnya di kawasan.
(aal)