Bertemu PM China, Jokowi Didesak Minta Penjelasan soal LCS

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Senin, 07 Mei 2018 09:51 WIB
Presiden Joko Widodo diharapkan meminta penjelasan soal klaim China di Laut China Selatan (LCS) saat bertemu PM Li Keqiang di Istana Bogor.
Presiden Joko Widodo diharapkan meminta penjelasan soal klaim China di Laut China Selatan (LCS) saat bertemu PM Li Keqiang di Istana Bogor. (REUTERS/Kim Hong-Ji)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo diharapkan bisa memperjelas isu regional yang menjadi perhatian Indonesia dan China, seperti polemik Laut China Selatan, saat bertemu Perdana Menteri Li Keqiang di Istana Bogor, Senin (7/5)..

Menurut Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, Presiden Jokowi harus meminta penjelasan dari PM Li soal klaim Beijing selama ini di Laut China Selatan.

"Indonesia harus bisa minta penjelasan pada China soal klaim nine dash-line mereka di Laut China Selatan demi memperjelas masalah," kata Teuku saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Minggu (6/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Komentar itu diutarakan Teuku menyusul sejumlah laporan yang menyebut bahwa China kembali menunjukkan agresiviitasnya di perairan itu, dengan menempatkan sistem rudalnya di Kepulauan Spratly.

Perairan Laut China Selatan dan sejumlah pulau di dalamnya masih menjadi sengketa antara China dan sejumlah negara Asia Tenggara seperti Filipina, Vietnam, hingga Malaysia.

Sistem rudal baru itu dikabarkan dipasang di Karang Fiery Cross, Karang Subi dan Karang Mischief. Karang-karang itu berada di Kepulauan Spratly, di selatan China antara Vietnam dan Filipina.

Jika terkonfirmasi, penempatan sistem rudal itu bisa mengancam stabilitas di kawasan. Pemasangan teknologi militer itu pun dianggap dapat merusak kepercayaan antara negara ASEAN dan China yang saat ini tengah berupaya merampungkan negosiasi Kode Etik atau Code of Conduct (CoC) Laut China Selatan.

Sementara itu, CoC sengaja disusun kedua belah pihak sebagai pedoman bersikap di perairan dengan nilai perdagangan mencapai US$5 miliar per tahun itu.

Sebagai negara yang tak bersengketa di Laut China Selatan, papar Teuku, Indonesia tetap harus berupaya membuat China menahan diri dan menghormati hukum internasional di perairan kaya mineral dan sumber daya alam tersebut.

Sebab, menurutnya, Indonesia tetap akan kena ruginya jika konflik pecah di perairan itu.

"Ibarat nasi sudah jadi bubur, gejolak di Laut China Selatan sudah kejadian. Indonesia memang tidak terlibat tapi kalau konflik pecah di kawasan ini akan merembet ke Asia Tenggara," ucap Teuku.

"Dalam sengketa ini, Indonesia hanya bisa berperan sebagai mediator dan peace builder, dengan mendorong China utk segera mempercepat negosiasi dan tandatangani CoC itu," lanjut dia.

Selain itu, saat bertemu Li, Teuku mengatakan Jokowi juga harus bisa menegaskan kewenangan Indonesia untuk memperkuat "kehadirannya" di perairan Natuna dan sekitarnya, terutama Natuna Utara yang belakangan diprotes China.

Penegasan Jokowi, paparnya, menjadi sangat penting demi menyadarkan China bahwa Indonesia berhak atas wilayah kedaulatannya sendiri.

"Jokowi juga harus bisa tegaskan posisi Indonesia dan kehadiran kita di Laut Natuna kepada China. Tunjukan kepada China bahwa kita berhak meningkatkan kehadiran seperti kapal militer di Natuna Utara dan sekitarnya. Ini bisa memberi sinyal China bahwa Indonesia tak gentar dan tak akan menarik keputusan penamaan Laut Natuna Utara meski diprotes Beijing," kata Rezasyah. (nat)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER