Charmaghz, Perpustakaan Keliling buat Anak-anak Afghanistan

AFP | CNN Indonesia
Rabu, 30 Mei 2018 09:45 WIB
Charmaghz, bus biru berisi buku-buku, mengelilingi Kota Kabul dan dinantikan banyak anak-anak di Afghanistan.
Charmaghz, bus biru berisi buku-buku, mengelilingi Kota Kabul dan dinantikan banyak anak-anak di Afghanistan. (AFP PHOTO / Shah MARAI)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pintu dari bus berwarna biru terbuka dan lusinan anak bersemangat naik. Perpustakaan keliling pertama di Afghanistan itu diberi nama 'Charmaghz' yang dalam bahasa setempat berarti 'kacang kenari', karena bentuknya menyerupai otak manusia.

Bus umum yang telah diubah fungsi dan bentuknya tersebut melewati jalan-jalan berdebu di Ibu Kota Kabul, untuk memberikan kebahagiaan tersendiri bagi anak-anak Afghanistan. Di kaca depan tertulis "4 Maghz" atau empat gagasan, untuk memicu keingintahuan orang-orang yang dilintasinya.

Diluncurkan Febuari lalu oleh lulusan Oxford University, Inggris, Freshta Karim, 25 tahun. Dia mendedikasikan diri untuk meningkatkan kemampuan membaca dan mendongeng bagi anak-anak di Afghanistan, sebuah kesempatan yang tidak pernah dia miliki saat kecil.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karim dibesarkan sebagai pengungsi di Pakistan dan kembali ke Afghanistan setelah jatuhnya Taliban pada 2002. Dia menyelesaikan sarjana di Kabul sebelum meraih beasiswa Chevening untuk medapatkan gelar Master bidang Kebijakan Publik di Oxford.


"Ketika kami masih anak-anak, kami tidak memiliki akses ke perpustakaan untuk anak-anak. Aku ingat ketika masih anak-anak di sekolah, kami bahkan tidak punya kursi, kami duduk di lantai untuk belajar," kata Karim.

Bus perpustakaan keliling itu berhenti di sekolah-sekolah, taman-taman atau panti asuhan sepanjang minggu. Menurut Karim, ini merupakan cara "efisien" untuk menjangkau banyak anak-anak. Serta meningkatkan tingkat melek huruf yang sangat rendah, yakni hanya mencapai 36 persen di Afghanistan. Atau hanya tiga dari 10 warga dewasa yang bisa membaca, menurut data UNESCO.

Perpustakaan keliling itu juga memberikan akses gratis kepada siswa dan anak-anak jalanan, yang pasokannya bukunya kecil di sekolah umum dan perpustakaan.

Juga menjadi salah satu ruang di luar rumah bagi anak-anak di Kota Kabul, yang kerap dihantam serangan bom oleh Taliban maupun milisi negara Islam (ISIS). Akibatnya banyak orang tua tidak pernah mengajak anak-anak ke tempat umum.


Sedikitnya 300 anak mendatangi Charmaghz setiap harinya. Bus itu tidak melintasi gedung pemerintah, jalan utama atau wilayah yang kerap dibidik milisi Taliban atau ISIS dalam berbagai serangan mereka di Kabul.

"Anak laki-laki kalian duduk di belakang dan anak perempuan di depan. Penting untuk diatur," kata salah satu dari tiga sukarelawan kepada anak-anak ketika dia menarik buku dari rak diatas kepala dan menempatkan buku tersebut ditempat yang terjangkau tangan anak-anak.

Tidak seperti perpustakaan pada umumnya yang tidak boleh mengobrol, dengungan suara yang konstan memenuhi Charmaghz.

Anak-anak duduk bersila di lantai yang dilapisi karpet atau di meja membaca dengan suara keras dari beberapa dari 600 buku yang telah disumbangkan oleh penerbit Afghanistan.



"Saya datang ke bus seminggu sekali untuk membaca buku. Hari ini saya sedang membaca tentang cara meningkatkan kesehatan. Saya membaca apa yang harus saya lakukan dan apa yang harus saya makan. Ketika saya pulang, saya membagikan cerita yang saya baca disini dengan saudara dan saudari saya," kata Zahra, bocah berusia 13 tahun.

Saat ini kebanyakan sekolah umum di Afghanistan tidak memiliki perpustakaan, kata Shafiullah, yang dulu bekerja di perpustakaan umum utama Kabul dan sekarang membantu organisasi nirlaba menerbitkan buku anak-anak.

"Anak muda dan anak-anak tidak memiliki akses ke berbagai jenis buku kecuali buku pelajaran sekolah mereka, dan hanya ada beberapa organisasi non-pemerintah yang terkadang membantu menerbitkan buku untuk anak-anak," kata Shafiullah.

Menurut Survei Asia Foundation pada 2017, waktu yang dihabiskan banyak anak di sekolah Afghanistan sangat terbatas. Warga Afghanistan mengenyam pendidikan formal rata-rata 4,6 tahun.


Di dalam Charmaghz, Abbas, 15 tahun, membaca cerita tragis tentang Rostam, seorang pahlawan dalam mitologi Persia, dan putranya, Sohrab.

Abbas mengatakan bus perpustakaan telah memberikanya akses ke buku-buku yang tidak bisa ia temukan di sekolahnya.
"Di sekolah pilihannya terbatas. Buku tidak banyak seperti di sini. Anda dapat menemukan berbagai macam buku," kata Abbas seperti dilansir AFP.

Lebih dari delapan juta anak-anak terdaftar di sekolah-sekolah di seluruh Afghanistan tahun ini. Tetapi 3,5 juta anak-anak usia sekolah lainnya terpaksa tidak melanjutkan pendidikan karena sekolah ditutup, konflik atau kemiskinan.

"Ini adalah awal," kata Karim yakin. Dia berharap dapat mengumpulkan cukup sumbangan untuk menyewa dua bus lagi.

"Saya tidak berpikir perpustakaan keliling akan memecahkan ribuan masalah yang kita miliki dalam sistem pendidikan kita, Tapi perpustakaan keliling adalah usaha kecil di antara banyak upaya yang harus kita lakukan," kata dia.

(rgt/nat)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER