Jakarta, CNN Indonesia -- Di tahun ajaran baru, beberapa penghuni
Beijing terpaksa memasukkan anak mereka ke
sekolah yang terletak jauh dari kediaman akibat aturan pembatasan berdasarkan domisili. Bahkan mereka yang tidak beruntung tampaknya harus mengirim anak mereka bersekolah ke provinsi lain seperti Shenzhen.
Dalam satu tahun ini, Beijing mengusir banyak pekerja migram yang tak memiliki status domisi dan merelokasi ratusan pabrik untuk mengurangi kepadatan penduduk yang mereka sebut sebagai "penyakit perkotaan". Akibat kebijakan ini jumlah penduduk yang tercatat berkurang sedikit, menjadi 21,7 juta tahun lalu
Akan tetapi, sekarang keluarga kelas menengah yang sudah tinggal di sana dalam jangka waktu panjang dan pembayar pajak pun harus ikut pindah kota dengan alasan lain, yaitu aturan baru membuat mereka kesulitan menyekolahkan anak mereka di sekolah-sekolah Beijing.
He, warga berusia 35 tahun, mengatakan harus pindah dari Beijing ke wilayah Hebei setelah aturan domisi baru membuat puteranya yang berusia enam tahun mendaftar di sekolah kota itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia dan puteranya pindah ke Hebei dua minggu lalu di awal tahun ajaran baru, isterinya kemudian pindah ke rumah keluarga yang dekat dengan tempat kerjanya.
He kini hanya bisa bertemu dengan isterinya di akhir minggu. Dia pun keluar dari pekerjaannya di Beijing pada Maret lalu.
"Ekonomi kami terkena dampaknya," ujarnya. "Tetapi putera saya bisa bersekolah."
Aturan baru itu menyebutkan antara lain bahwa alamat keluarga tidak boleh berubah setidaknya satu tahun terakhir dan sesuai dengan wilayah tempat bantuan sosial diuangkan.
He yang kini tinggal di apartemen berkamar dua yang tampak kosong di Hebei mengatakan selama setahun dia berusaha agar bisa memenuhi syarat itu.
 Aturan baru yang menetapkan penerimaan murid baru harus berdasarkan domisi di Beijing kerap berubah sehingga banyak orang tua harus pindah kota agar anaknya bisa sekolah.(Reuters/Stringer) |
Tetapi pemerintah daerah Tongzhou di Beijing, rumahnya dulu, kemudian membuat aturan baru sebelum tenggat waktu pendaftaran sekolah tahun ajaran baru yang membuat keluarga itu tidak bisa memenuhi syarat.
Ratusan orang tua di daerah Tongzhou menghadapi situasi yang sama melakukan aksi protes di kantor-kantor departemen pendidikan TOngzhou dan kantor pendidikan Beijing Tengah pada Mei dan Juni.
Li, seorang ibu, mengatakan sepertiga dari 200 keluarga yang dia ketahui menulis surat kepada pihak berwenang akhirnya bisa menyekolahkan anak mereka di sekolah-sekolah Tongzhou. Sepertiganya memilih sekolah swasta atau pindah kota. Sisanya, seperti dia, memilih untuk tidak menyekolahkan anak mereka untuk tahun ajaran sekarang.
"Kami sudah membayar untuk sekolah wasta, tapi sekolah itu sangat jelak. Jadi kami keluarkan dia," kata Li.
Baca selanjutnya: Orang tua akhirnya menyogok untuk bisa masuk sekolah Beijing
Seorang warga Beijing yang sudah 10 tahun tinggal di doka itu dan bekerja di bidang hubungan masyarakat membawa keluarganya pindah ke Shenzhen, sekitar dua ribu kilometer dari Beijing. Langka itu diambil setelah anaknya ditolak masuk ke sekolah di Beijing.
"Saya cinta Beijing, tetapi saya tidak mengerti langkah pemerintah ini. Saya tidak senang dengan cara mereka mengatasi masalah ini," katanya.
Upaya untuk melawan pembatasan sumber pendidikan tidak hanya terjadi di ibu kota China. Polisi menangkap 46 orang pada Agustus lalu setela 600 warga kota kecil Leiyang di provinsi Hunan memprotes kesulitan menyekolahkan anak mereka. Masalah itu muncul setelah pemerintah setempat mengatakan sejumlah murid akan dipindahkan dari sekolah yang terlalu banyak murid ke sekolah lain. Sementara China menambah investasi di bidang pendidikan secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir, ternyata jumlahnya masih jaduh di bawah tingkat pengeluaran anggaran pendidikan global. Laporan Dana Moneter Internasional (IMF) yang diterbitkan Juli lalu mengatakan perbandingan persentasi anggaran pendidikan China dengan PDBnya masih dibawah negara ekonomi baru lain. Masalah ini juga menjadi pusat perhatian karena sejumlah pemerintah daerah di China menghadapi masalah penurunan pemasukan dan hutang besar. Sementara itu, mereka yang memenuhi syarat untuk bersekolah di Beijing pun harus berhadapan dengan masalah lain. Fang, manajer TI di perusahaan asuransi pemerintah, mengatakan dia harus pindah ke apartemen yang lebih kecil di wilayah lain di Beijing agar anaknya bisa memenuhi syarat sekolah di kota itu. Dia mengatakan harus membayar uang sebesar US$6 ribu untuk tanda tangan pemilik flat agar anaknya bisa mempergunakan jatah sekolah yang diberikan kepada kompleks apartemen itu. Orang tua lain mengatakan ada pemilik apartemen yang meminta hampir US$14.500 untuk satu tanda tangan semacam itu. Mereka mengatakan korupsi dan kelemahan lain mudah mucnul dengan sistem yang tidak jelas seperti ini. Hal ini disebabkan orang tua yang punya koneksi atau memiliki uang untuk menyogok bisa memasukkan anak mereka ke sekolah di Beijing. He mengatakan dia harus mentraktir kepala sekolah di Hebei makan malam beberapa kali sebelum akhirnya memutuskan menerima anaknya di sekolah itu. "Meski sekolahnya cukup jelek, setidaknya dia bisa sekolah."