Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Institute for Policy Analyst of Conflict (IPAC) Sidney Jones menganggap patroli laut terkoordinasi antara
Indonesia,
Filipina, dan
Malaysia gagal menghentikan penculikan yang kerap dilakukan kelompok bersenjata Abu Sayyaf di perairan Sulu, Sabah, dan Sulawesi.
Sebab, warga negara Indonesia masih sering menjadi korban penyanderaan kapal-kapal ikan di perairan itu.
"Patroli itu tidak menjamin penculikan akan berhenti karena perairan itu terlalu luas. Patrolinya juga hanya beberapa lama sekali, tidak terus menerus, tidak setiap hari," kata Sydney saat dihubungi
CNNINdonesia.com akhir pekan lalu (21/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Patroli laut terkoordinasi tiga negara antara Jakarta, Manila, dan Kuala Lumpur itu pertama kali diinisasi Presiden Joko Widodo pada 2016 lalu dan mulai berlaku awal 2017.
Dalam kerja sama itu, ketiga negara sepakat melakukan patroli laut masing-masing wilayah perairannya demi menyetop penculikan ABK dan pembajakan kapal yang kerap terjadi selama 2016.
Meski sempat terhenti, penyanderaan kembali terjadi 11 September ini di Sabah.
Dua WNI bernama Samsul Saguni dan Usman Yunus asal Sulawesi Barat dilaporkan hilang saat melaut menggunakan kapal penangkap ikan berbendera Malaysia, Dwi Jaya I, di perairan Sabah.
Abu Sayyaf lagi-lagi disebut kelompok yang menculik kedua WNI tersebut, meski hingga kini belum ada otoritas yang mengonfirmasi kabar tersebut.
Kejadian itu berlangsung tak lama setelah tiga WNI berhasil dibebaskan setelah menjadi sandera Abu Sayyaf selama lebih dari 18 bulan.
Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri RI mempertanyakan efektifitas patroli tersebut, terutama pada pemerintah Malaysia lantaran kejadian berlangsung di wilayah Negeri Jiran.
"Tidak ada orang yang yakin patroli itu bisa betul-betul menghentikan penculikan karena Sulu terlalu luas. Pulau di sekitar situ juga biasa dipakai basis Abu Sayyaf," papar Sydney.
"Masih belum jelas juga apakah patroli trilateral itu ditujukan untuk mencegah terorisme atau penculikan, atau keduanya. Kalau hanya satu kali setiap berapa bulan, memang dampaknya tidak begitu terlihat."
(has, rds/eks)