Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa sekolah negeri di
Sri Lanka kembali melanjutkan aktivitas belajar mengajar pada Senin (6/5) kemarin, setelah dua pekan terhenti akibat teror
bom pada Hari Paskah 21 April lalu. Namun, ternyata masih banyak siswa yang absen karena trauma.
Sri Lanka mengerahkan tentara untuk mengamankan beberapa sekolah setelah peristiwa bom bunuh diri yang menewaskan 253 jiwa. Meskipun begitu, masih banyak orang tua murid yang khawatir akan munculnya serangan lanjutan, sehingga mereka belum mengizinkan anak-anak untuk bersekolah.
"Saya sudah memutuskan untuk tidak mengirimkan putra saya ke sekolah sampai keadaan negara kembali normal," ujar Sujeeva Dissanayake, yang putranya bersekolah di Perguruan Tinggi Asoka di Kolombo, seperti dilansir
Reuters, Selasa (7/5).
Dissanayake beserta orang tua lainnya juga berada di sekolah untuk membantu pengamanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai kami yakin dengan situasi keamanan di luar, kami tidak akan mengizinkan putra-putri kami bersekolah," tegas Dissanayake.
Meskipun patroli keamanan telah diperketat, banyak ruang kelas masih terlihat kosong. Termasuk beberapa sekolah swasta dan gereja-gereja Katolik yang masih tutup.
Universitas Royal, salah satu lembaga pendidikan elite di Kolombo, baru lima persen dari total 6000 mahasiswa yang kembali masuk kelas.
Hal ini juga terjadi atas arahan Uskup Agung Kolombo, Malcolm Ranjith, yang menghimbau sekolah-sekolah Katolik di Provinsi Barat termasuk Kolombo dan sekitarnya agar ditutup selama pekan ini.
Sekolah Hindu di Batticaloa di pantai timur juga terlihat sejumlah orang tua membantu mencari tas-tas sekolah di gerbang masuk.
[Gambas:Video CNN]Menurut penuturan T. Yasodharan, kepala Universitas Sivananda, para orang tua masih belum yakin keamanan telah normal. Terbukti, hanya 30 persen dari total mahasiswa Universitas Sivananda yang datang ke kelas pada Senin kemarin.
(ajw/ayp)