Jakarta, CNN Indonesia -- Empat stasiun pemantau radioaktif milik Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty Organization (CTBTO) yang beroperasi di
Rusia dilaporkan berhenti mengirimkan data dua hari setelah insiden ledakan uji coba rudal di Nyonoksa, Arkhangelsk, pada 8 Agustus lalu.
Menurut organisasi internasional pemantau kepemilikan senjata nuklir itu, dua stasiun pemantau radiasi yang terletak di dekat lokasi ledakan, Dubna dan Kirov, berhenti mengirimkan data transmisi radiasi sejak 10 Agustus lalu.
Organisasi itu kemudian mengatakan dua stasiun sensor radiasi lainnya, Bilibino dan Zalesovo, juga berhenti mengirimkan data transmisinya ke kantor pusat pada 13 Agustus lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga kini, pemerintah Rusia, terutama Kementerian Pertahanan yang mengoperasikan dua dari empat stasiun itu, belum menjelaskan secara resmi penyebab keempat sensor radiasi itu berhenti.
Seorang juru bicara CTBTO menyatakan, sejumlah pejabat Rusia hanya mengatakan bahwa mereka tengah mengalami "beberapa masalah jaringan dan komunikasi."
"Kami masih menunggu laporan lebih lanjut dari stasiun-stasiun itu tentang kapan sistem komunikasi akan kembali berfungsi sepenuhnya," kata juru bicara CTBTO itu kepada
Reuters, Selasa (20/8).
Melalui kicauan di Twitter, Kepala CTBTO, Lassina Zerbo, menuturkan lembaganya juga masih berusaha menyelesaikan sejumlah masalah teknis bersama masing-masing operator stasiun sensor tersebut.
Zerbo mengatakan berdasarkan data simulasi insiden, dampak ledakan uji coba pada 8 Agustus lalu bisa mencapai Dubna dan Kirov pada 10-11 Agustus.
Ia mengatakan stasiun sensor Bilibino berada di timur jauh Siberia sehingga tak terjangkau dampak ledakan. Namun, simulasi menunjukkan dampak ledakan mencapai stasiun sensor Zalesovo pada 13 Agustus.
Hingga kini, tidak jelas penyebab empat sensor radiasi itu mati. Namun, sejumlah pihak khawatir pemerintah Rusia sengaja merusak sensor-sensor itu agar radiasi yang dikabarkan terus meningkat di sekitar Arkhangelsk tidak terlacak.
Badan Nuklir Rusia, Rosatom, mengakui bahwa ledakan 8 Agustus lalu itu juga memicu lonjakan radiasi di kota-kota terdekat.
Sampai saat ini, otoritas Rusia tidak memberikan penjelasan resmi penyebab ledakan itu memicu peningkatan radiasi.
[Gambas:Video CNN]Namun, sejumlah ahli nuklir yang berpusat di Amerika Serikat mencurigai bahwa insiden itu terjadi ketika Rusia sedang menguji coba rudal jelajah bertenaga nuklir.
"Stasiun-stasiun sensor ini (Dubna dan Kirov) berhenti mentransmisikan data sekitar 48 jam setelah insiden ledakan 8 Agustus. Saya melihat ini menjadi sebuah kebetulan yang aneh," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pengendalian Senjata, Daryl Kimball.
Dia dan sejumlah analisis lainnya menilai akan ada masalah serius jika pihak Rusia benar-benar berupaya merusak stasiun sensor itu.
"Tidak ada gunanya juga melihat apa yang tampaknya dicoba dilakukan oleh Rusia. Terlalu sulit bagi suatu negara untuk menahan data yang terekam dalam jaringan sensor radiasi internasional demi menyembunyikan suatu peristiwa," kata Direktur Program Non-Proliferasi Asia Timur dari Middlebury Institute di California, Jeffrey Lewis.
(rds/has)