
Pegiat HAM Ragukan Janji Myanmar Adili Pembantai Rohingya
CNN Indonesia | Rabu, 04/09/2019 06:41 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok pegiat hak asasi manusia meragukan janji angkatan bersenjata Myanmar untuk mengadili para serdadunya dalam kasus dugaan pembantaian terhadap etnis Rohingya. Sebab menurut mereka penyelidikan yang dilakukan militer Myanmar diduga hanya untuk mencari kambing hitam sedangkan para jenderalnya tidak tersentuh.
"Mahkamah militer ini terlihat hanya permainan untuk mengalihkan perhatian dunia dengan mengorbankan para prajurit rendahan," kata Wakil Direktur Divisi Asia Human Rights Watch (HRW), Phil Robertson, seperti dilansir Associated Press, Rabu (4/9).
"Keputusan Tatmadaw (militer Myanmar) untuk menyeret sejumlah serdadu ke mahkamah militer sulit diterima terkait dugaan pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan dan pembakaran terhadap etnis Rohingya," lanjut lanjut Robertson.
Pemerintah Myanmar sampai saat ini tetap menolak hasil penyelidikan dugaan persekusi terhadap etnis Rohingya yang dilakukan tim penyelidik khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa. HRW juga meragukan dengan penyelidikan itu akan mengubah sikap militer Myanmar dalam memperlakukan etnis minoritas.
"Tatmadaw tidak serius karena mereka enggan mengevaluasi operasi mereka dan melakukan proses peradilan itu secara tertutup dari masyarakat dan media massa," ujar Robertson.
"Jangan sampai terkecoh oleh militer Myanmar, yang sampai saat ini masih menyangkal melakukan pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya dan mencoba menghindari pertanggungjawaban di hadapan dunia," ucap Robertson.
Tahun lalu, misi pencari fakta PBB menyimpulkan bahwa militer Myanmar telah meluncurkan operasi terhadap etnis Rohingya "dengan niat genosida".
Misi tersebut bahkan meminta Myanmar memecat Aung Hlaing dan lima jenderal lainnya dari pucuk kepemimpinan di militer atas tindakan "kejahatan paling berat di bawah hukum internasional."
Militer Myanmar juga sudah pernah melakukan penyelidikan serupa pada 2017 lalu. Namun, hasil penyelidikan membebaskan seluruh personel militer dari setiap tuntutan dugaan kejahatan.
Menurut salah satu anggota tim penyelidik PBB, Radhika Coomaraswamy, tujuh tentara Myanmar yang terbukti membunuh 10 orang Rohingya dijatuhi hukuman penjara selama 10 tahun dan kerja paksa. Namun, menurut advokat asal Sri Lanka itu, mereka dibebaskan setelah sembilan bulan menjalani hukuman.
"Karena tekanan politik dan nasional," kata Coomaraswamy.
[Gambas:Video CNN]
Sebanyak lima kuburan massal ditemukan di kawasan perkampungan Rohingya yang ditinggalkan. Dari pengakuan para saksi, pembantaian itu dilakukan secara sistematis oleh tentara dibantu kelompok radikal Buddha setempat.
Tidak diketahui secara pasti jumlah etnis Rohingya yang menjadi korban pembantaian. Pengakuan saksi bervariasi dari 75 sampai 400 orang. (ayp/ayp)
"Mahkamah militer ini terlihat hanya permainan untuk mengalihkan perhatian dunia dengan mengorbankan para prajurit rendahan," kata Wakil Direktur Divisi Asia Human Rights Watch (HRW), Phil Robertson, seperti dilansir Associated Press, Rabu (4/9).
Pemerintah Myanmar sampai saat ini tetap menolak hasil penyelidikan dugaan persekusi terhadap etnis Rohingya yang dilakukan tim penyelidik khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa. HRW juga meragukan dengan penyelidikan itu akan mengubah sikap militer Myanmar dalam memperlakukan etnis minoritas.
"Tatmadaw tidak serius karena mereka enggan mengevaluasi operasi mereka dan melakukan proses peradilan itu secara tertutup dari masyarakat dan media massa," ujar Robertson.
"Jangan sampai terkecoh oleh militer Myanmar, yang sampai saat ini masih menyangkal melakukan pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya dan mencoba menghindari pertanggungjawaban di hadapan dunia," ucap Robertson.
Misi tersebut bahkan meminta Myanmar memecat Aung Hlaing dan lima jenderal lainnya dari pucuk kepemimpinan di militer atas tindakan "kejahatan paling berat di bawah hukum internasional."
Militer Myanmar juga sudah pernah melakukan penyelidikan serupa pada 2017 lalu. Namun, hasil penyelidikan membebaskan seluruh personel militer dari setiap tuntutan dugaan kejahatan.
Menurut salah satu anggota tim penyelidik PBB, Radhika Coomaraswamy, tujuh tentara Myanmar yang terbukti membunuh 10 orang Rohingya dijatuhi hukuman penjara selama 10 tahun dan kerja paksa. Namun, menurut advokat asal Sri Lanka itu, mereka dibebaskan setelah sembilan bulan menjalani hukuman.
"Karena tekanan politik dan nasional," kata Coomaraswamy.
[Gambas:Video CNN]
Sebanyak lima kuburan massal ditemukan di kawasan perkampungan Rohingya yang ditinggalkan. Dari pengakuan para saksi, pembantaian itu dilakukan secara sistematis oleh tentara dibantu kelompok radikal Buddha setempat.
Tidak diketahui secara pasti jumlah etnis Rohingya yang menjadi korban pembantaian. Pengakuan saksi bervariasi dari 75 sampai 400 orang. (ayp/ayp)
ARTIKEL TERKAIT

Myanmar Janjikan Adili Tentara yang Membantai Rohingya
Internasional 3 bulan yang lalu
Longsor di Myanmar, 22 Orang Tewas dan Ratusan Hilang
Internasional 3 bulan yang lalu
Myanmar Kecam Seruan Embargo Senjata oleh PBB
Internasional 4 bulan yang lalu
ASEAN Disebut Lambat Tangani Krisis Rohingya
Internasional 4 bulan yang lalu
PBB Tolak Pemulangan Rohingya jika Myanmar Tak Jamin Keamanan
Internasional 4 bulan yang lalu
Krisis Rohingya, PBB Beber Pemasok Senjata ke Militer Myanmar
Internasional 4 bulan yang lalu
BACA JUGA

Komnas: Tak Semua Pembela HAM Benar-benar Pembela HAM
Nasional • 10 December 2019 09:05
Komnas: Pelanggaran HAM Berat Masih Jadi PR Jokowi-Maruf
Nasional • 09 December 2019 16:47
Koalisi: Polisi Paling Banyak Langgar HAM Sejak 2014-2019
Nasional • 08 December 2019 19:13
5 Fakta Myanmar, Lawan Indonesia di Semifinal SEA Games
Olahraga • 06 December 2019 21:41
TERPOPULER

Gunung Selandia Baru Meletus sampai RI Tolak Bayar Tebusan
Internasional • 2 jam yang lalu
Pengunjung Pameran Seni Ketahuan Makan Pisang Senilai Rp1,6 M
Internasional 3 jam yang lalu
11 WN Australia Hilang Saat Letusan Gunung di Selandia Baru
Internasional 52 menit yang lalu