
Analisis
Dilema Australia: Antara Kedaulatan Indonesia dan HAM Papua
Hanna Azarya Samosir, CNN Indonesia | Jumat, 18/10/2019 09:18 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Dari sekadar berkoar di media lokal, Veronica Koman mulai melenggang ke panggung lebih tinggi ketika bicara soal kondisi hak asasi manusia Papua di hadapan parlemen Australia.
Sejumlah pihak lantas mempertanyakan posisi Australia karena Negeri Kanguru terkesan bungkam, bahkan memberikan ruang luas bagi Veronica, sosok yang kini tengah dicari aparat Indonesia.
Veronica masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Jawa Timur karena tak kunjung memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka kasus provokasi dan penyebaran informasi bohong dalam insiden asrama mahasiswa Papua di Surabaya.
Meski Indonesia sudah meminta Interpol mengeluarkan red notice, Australia bergeming. Veronica bahkan dengan bebas berbicara kepada media lokal Australia untuk menyoroti pelanggaran HAM di Papua.
"Kalau media, tidak apa-apa dia bicara. Kalau sudah sampai masuk ke level tinggi seperti parlemen, itu kan berarti sepengetahuan pemerintah. Itu sama saja mempermalukan Indonesia," ujar pengamat dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, kepada CNNIndonesia.com.
Terimpit dua prinsip
Secara diplomatis, Teuku memang menganggap sikap Australia tidak etis. Namun di sisi lain, Teuku menganggap Australia memang ada dalam posisi dilematis.
Dosen hubungan internasional Universitas Bina Nusantara, Amalia Sustikarini, menganggap Australia terimpit dua prinsip, yaitu mengakui kedaulatan Indonesia, tapi juga menjunjung tinggi HAM.
Dari segi kedaulatan, sikap Australia sudah jelas mengakui kedaulatan Indonesia dan Papua sebagai bagian dari Nusantara.
"Pada 2014, mereka juga sudah tanda tangan Lombok Treaty yang menyatakan masing-masing negara menjaga keamanan dan pengakuan kedaulatan, tidak membiarkan negara masing-masing menjadi wadah aktivitas politik, separatisme," ucap Amalia.
Namun di sisi lain, Australia juga menjunjung penghormatan HAM dan kebebasan berpendapat. Di Australia sendiri, kelompok-kelompok advokasi pro-Papua merajalela.
Menurut Amalia, hal ini tak terlepas dari pihak yang sedang berkuasa di Australia, yaitu Partai Liberal pimpinan Perdana Menteri Scott Morrison.
Sebagai seorang liberal, Morrison dianggap mengadopsi nilai-nilai partai, layaknya yang dipegang teguh pendahulunya, Perdana Menteri John Howard. Pada 2006 silam, Howard memicu ketegangan karena memberikan suaka politik bagi 42 warga Papua.
"John Howard itu kan juga dari Liberal. Mungkin ada nilai sebuah partai politik yang sudah mengakar, kemudian diadopsi oleh Scott Morrison," tutur Amalia kepada CNNIndonesia.com.
Langkah di tengah dilema
Di tengah posisi dilematis ini, Teuku Rezasyah menganggap Australia setidaknya buka suara karena publik mulai bertanya-tanya alasan Veronica bisa sampai berbicara di mimbar parlemen.
"Setidaknya keluarkan semacam press release yang menyatakan bahwa misalnya, Veronica diundang oleh anggota parlemen dalam kapasitas pribadi, bukan resmi. Usahakan kasih keterangan, walau sebagai tuan rumah, mereka memang berhak meminta keterangan dari orang yang sedang berada di negerinya," ucap Teuku.
Melanjutkan pendapatnya, Teuku berkata, "Kalau sudah terbuka ke publik seperti ini, seharusnya mereka bicara. Sekarang kesannya Australia tidak bekerja sesuai Lombok Treaty. Kesannya pemerintah Australia tidak tulus membangun hubungan bilateral yang baik."
Namun menurut Amalia, memang belum saatnya Australia berbicara karena posisi mereka kini sangat dilematis dan terimpit di antara dua nilai.
"Lihat saja dulu langkah Veronica ke depan. Jika kemudian langkah Veronica dipandang semakin high profile, mereka harus antisipasi, apalagi kalau pemerintahan Joko Widodo selanjutnya sangat keras terhadap isu separatisme," katanya.
Untuk sementara waktu, menurut Amalia, Australia sebenarnya bisa memegang peran lebih ketimbang hanya pernyataan publik.
"Akan lebih konstruktif jika Australia mulai berbicara dengan Indonesia, kasih saran agar melakukan dialog demi mencapai penyelesaian kasus HAM di Papua, tanpa menyentuh hal-hal menyangkut integritas teritorial," tutur Amalia.
[Gambas:Video CNN]
Amalia pun memandang kasus Veronica ini sebenarnya bisa berbuah manis jika pemerintah Indonesia pada akhirnya mau berdialog untuk mencari jalan tengah menangani isu Papua.
"Kalau kita lihat sejarah perdamaian GAM di Aceh dan pemerintah Indonesia dulu, sebenarnya Australia bisa misalnya melalui tokoh atau organisasi-organisasi HAM-nya merundingkan upaya damai dan penyelesaian kasus HAM Papua," ucap Amalia.
Ia kemudian berkata, "Meski bentuk konfliknya berbeda, bisa dilakukan hal serupa di Papua. Pada akhirnya, Veronica Koman justru bisa menjadi agen perdamaian." (has/dea)
Sejumlah pihak lantas mempertanyakan posisi Australia karena Negeri Kanguru terkesan bungkam, bahkan memberikan ruang luas bagi Veronica, sosok yang kini tengah dicari aparat Indonesia.
Veronica masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Jawa Timur karena tak kunjung memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka kasus provokasi dan penyebaran informasi bohong dalam insiden asrama mahasiswa Papua di Surabaya.
"Kalau media, tidak apa-apa dia bicara. Kalau sudah sampai masuk ke level tinggi seperti parlemen, itu kan berarti sepengetahuan pemerintah. Itu sama saja mempermalukan Indonesia," ujar pengamat dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, kepada CNNIndonesia.com.
Terimpit dua prinsip
Secara diplomatis, Teuku memang menganggap sikap Australia tidak etis. Namun di sisi lain, Teuku menganggap Australia memang ada dalam posisi dilematis.
Dosen hubungan internasional Universitas Bina Nusantara, Amalia Sustikarini, menganggap Australia terimpit dua prinsip, yaitu mengakui kedaulatan Indonesia, tapi juga menjunjung tinggi HAM.
"Pada 2014, mereka juga sudah tanda tangan Lombok Treaty yang menyatakan masing-masing negara menjaga keamanan dan pengakuan kedaulatan, tidak membiarkan negara masing-masing menjadi wadah aktivitas politik, separatisme," ucap Amalia.
Namun di sisi lain, Australia juga menjunjung penghormatan HAM dan kebebasan berpendapat. Di Australia sendiri, kelompok-kelompok advokasi pro-Papua merajalela.
Menurut Amalia, hal ini tak terlepas dari pihak yang sedang berkuasa di Australia, yaitu Partai Liberal pimpinan Perdana Menteri Scott Morrison.
![]() |
"John Howard itu kan juga dari Liberal. Mungkin ada nilai sebuah partai politik yang sudah mengakar, kemudian diadopsi oleh Scott Morrison," tutur Amalia kepada CNNIndonesia.com.
Langkah di tengah dilema
Di tengah posisi dilematis ini, Teuku Rezasyah menganggap Australia setidaknya buka suara karena publik mulai bertanya-tanya alasan Veronica bisa sampai berbicara di mimbar parlemen.
"Setidaknya keluarkan semacam press release yang menyatakan bahwa misalnya, Veronica diundang oleh anggota parlemen dalam kapasitas pribadi, bukan resmi. Usahakan kasih keterangan, walau sebagai tuan rumah, mereka memang berhak meminta keterangan dari orang yang sedang berada di negerinya," ucap Teuku.
Melanjutkan pendapatnya, Teuku berkata, "Kalau sudah terbuka ke publik seperti ini, seharusnya mereka bicara. Sekarang kesannya Australia tidak bekerja sesuai Lombok Treaty. Kesannya pemerintah Australia tidak tulus membangun hubungan bilateral yang baik."
"Lihat saja dulu langkah Veronica ke depan. Jika kemudian langkah Veronica dipandang semakin high profile, mereka harus antisipasi, apalagi kalau pemerintahan Joko Widodo selanjutnya sangat keras terhadap isu separatisme," katanya.
Untuk sementara waktu, menurut Amalia, Australia sebenarnya bisa memegang peran lebih ketimbang hanya pernyataan publik.
"Akan lebih konstruktif jika Australia mulai berbicara dengan Indonesia, kasih saran agar melakukan dialog demi mencapai penyelesaian kasus HAM di Papua, tanpa menyentuh hal-hal menyangkut integritas teritorial," tutur Amalia.
[Gambas:Video CNN]
Amalia pun memandang kasus Veronica ini sebenarnya bisa berbuah manis jika pemerintah Indonesia pada akhirnya mau berdialog untuk mencari jalan tengah menangani isu Papua.
"Kalau kita lihat sejarah perdamaian GAM di Aceh dan pemerintah Indonesia dulu, sebenarnya Australia bisa misalnya melalui tokoh atau organisasi-organisasi HAM-nya merundingkan upaya damai dan penyelesaian kasus HAM Papua," ucap Amalia.
Ia kemudian berkata, "Meski bentuk konfliknya berbeda, bisa dilakukan hal serupa di Papua. Pada akhirnya, Veronica Koman justru bisa menjadi agen perdamaian." (has/dea)
ARTIKEL TERKAIT

Veronica Koman Temui Parlemen Australia Bahas Persoalan Papua
Internasional 1 bulan yang lalu
Iran Bebaskan 2 Warga Australia Disangka Mata-mata
Internasional 1 bulan yang lalu
Bocah Muslim Australia Paksa Teman Yahudi Cium Sepatu
Internasional 2 bulan yang lalu
Tabrak Lari 20 Kanguru, Remaja Australia Diadili
Internasional 2 bulan yang lalu
Vanuatu, 'Si Kecil' di Pasifik Pendukung Kemerdekaan Papua
Internasional 2 bulan yang lalu
Ban Pesawat Pecah Saat Hendak Lepas Landas
Internasional 2 bulan yang lalu
BACA JUGA

Adu Rap Prabowo VS Jokowi Video Terpopuler YouTube Indonesia
Hiburan • 06 December 2019 12:44
Pentathlon Raih Emas Ke-30 Indonesia di SEA Games
Olahraga • 06 December 2019 10:29
Indonesia vs Myanmar di SEA Games: Skuat Garuda Lebih Lelah
Olahraga • 06 December 2019 11:33
Budaya Suap, PR Erick Thohir di BUMN Usai Selundupan Harley
Ekonomi • 06 December 2019 10:56
TERPOPULER

KBRI Riyadh Sebut Nasib Rizieq Ada di Tangan Arab Saudi
Internasional • 2 jam yang lalu
FOTO: Aksi Mogok Massal Berujung Ricuh di Paris
Internasional 1 jam yang lalu
Prabowo Temui Menhan Australia, Bahas Kerja Sama Militer
Internasional 3 jam yang lalu