Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Tinggi
Hong Kong memutuskan membatalkan aturan yang melarang penggunaan masker saat
demonstrasi. Hakim menyatakan aturan itu inkonstitusional dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Hong Kong, Senin (18/11).
Para hakim yang terdiri dari Anderson Chow dan Godfrey Lam menyebut larangan penutup wajah dapat memberi wewenang pemimpin eksekutif membuat regulasi dalam situasi apapun yang membahayakan masyarakat.
Dikutip
South China Morning Post, hakim juga menemukan bahwa kewenangan polisi meminta seseorang untuk melepas masker di ruang publik sebagai tindakan yang tidak proporsional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Secara praktis, tidak ada batasan yang mengatur wewenang petugas kepolisian," kata para hakim.
Meski demikian, pengadilan tidak menjelaskan apakah aturan tersebut masih bisa diterapkan dalam kondisi darurat.
Salah satu penggugat, mantan anggota parlemen Leung Kwok-hung menuduh Pemimpin Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, menyalahgunakan kekuasaan dengan mengeluarkan larangan tersebut.
[Gambas:Video CNN]"Saya tidak akan berkomentar apakah saya telah menyatakan kemenangan atau pemerintah telah kalah. Yang saya pikirkan sekarang adalah orang-orang yang dikepung polisi," kata Leung.
Pengacara dari 24 anggota Partai Demokrat menganggap aturan ini bertentangan dengan UUD Hong Kong karena telah memberikan wewenang bagi pemimpin eksekutif untuk melangkahi anggota legislatif dalam membuat aturan.
Sementara pemerintah menegaskan bahwa UU Dasar membolehkan pemimpin eksekutif membuat regulasi pada saat darurat atau dalam keadaan bahaya.
Aturan tersebut resmi diterapkan pada 5 Oktober lalu. Ketika itu Pemimpin Hong Kong Carrie Lam meyakini perintah untuk memberlakukan larangan mengenai Aturan Penggunaan Penutup Wajah adalah keputusan yang dibutuhkan.
Dalam aturan baru itu setiap pelanggar akan dikenai sanksi penjara hingga satu tahun atau denda hingga Rp50 juta.
Anggota polisi juga diberikan wewenang untuk meminta seseorang melepaskan masker yang digunakan selama berada di ruang publik. Bagi yang tidak dapat melakukannya dipenjara selama enam bulan atau didenda sebesar 10 ribu dolar Hong Kong atau sekitar Rp17,9 juta.
Berdasarkan laporan kepolisian per 7 November, setidaknya 247 pria dan 120 wanita ditangkap karena dituduh melanggar aturan tersebut.
Hong Kong terus dirongrong aksi demonstrasi selama enam bulan belakangan. Meski RUU Ekstradisi sudah dinyatakan dicabut, tetapi hal itu belum juga meredam gejolak masyarakat.
Para demonstran garis keras Hong Kong saat ini juga semakin beringas untuk menyerang polisi. Tidak hanya itu, mereka juga turut merusak sejumlah fasilitas umum dan toko atau kantor perusahaan yang terkait dengan China.
(fls/dea)