Jakarta, CNN Indonesia -- Pemimpin Tertinggi
Korea Utara Kim Jong Un dilaporkan media setempat telah melakukan pertemuan dengan pejabat militer untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara tersebut.
Diskusi itu dilakukan menjelang batas akhir Pyongyang untuk Amerika Serikat atas penawaran konsesi denuklirisasi.
Korea Utara sebelumnya pada awal bulan ini menjanjikan "hadiah Natal" kepada Amerika Serikat bila Washington masih bersikukuh atas keputusannya hingga akhir Desember.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses denuklirisasi telah menemui jalan buntu sejak pertemuan Hanoi di awal tahun yang gagal menghasilkan kesepakatan.
Pyongyang telah meluncurkan sejumlah tes rudal di fasilitas roket Sohae pada bulan ini. Uji rudal itu dilakukan setelah sejumlah senjata baru dirilis Korea Utara.
Beberapa senjata baru itu digambarkan sebagai rudal balistik oleh Jepang dan negara lainnya. Korea Utara sendiri dilarang melakukan sejumlah pengujian senjata di bawah sanksi PBB.
Terkait pertemuan Kim dengan sejumlah pejabat Komisi Militer Pusat Partai Komunis, media pemerintah Korea Utara menyebut bahwa Pemimpin Tertinggi tersebut memberikan analisis dan pengarahan tentang situasi rumit internal dan eksternal.
Setelah itu, Kim Jong Un dilaporkan memerintahkan para petinggi militer untuk meningkatkan angkatan bersenjata keseluruhan negara.
"Mengacu pada kelebihan dan kekurangan dalam Tentara Rakyat dan sejumlah masalah yang harus dihadapi, Pemimpin Tertinggi menunjukkan secara rinci arah dan cara yang harus dipertahankan untuk meningkatkan angkatan bersenjata," tulis laporan kantor berita Korea Utara, KCNA.
KCNA juga menyebut bahwa Kim Jong Un menyoroti sejumlah masalah penting bagi pertahanan nasional Korea Utara, serta masalah inti yang mesti diperbaiki demi percepatan pembangunan kapasitas militer negara tersebut. Semua dilakukan demi pertahanan diri, tulis KCNA.
Laporan itu datang sehari setelah Pyongyang memperingatkan Washington "akan membayar mahal" atas kritikan terhadap riwayat hak asasi manusia Korea Utara yang dilakukan oleh pejabat Kementerian Luar Negeri AS.
Juru bicara Kemenlu Korea Utara mengatakan komentar pejabat AS itu bak menyiram minyak ke api di tengah tensi yang meninggi antara kedua negara.
(afp/end)