Jakarta, CNN Indonesia -- Aktivis lingkungan asal Gresik, Aeshninna (Nina) Azzahra mengirimkan surat terbuka ke pemerintah
Australia dan
Jerman terkait
sampah impor. Ia mengaku kecewa dan sedih melihat sampah yang menggunung di daerah tempat tinggalnya, Gresik, Jawa Tengah.
Dalam suratnya, remaja berusia 12 tahun itu mengaku kecewa dengan temuan sampah plastik dengan label negara asal Kanada, Australia, Inggris, Jerman, Amerika Serikat, dan negara-negara maju lainnya.
"Saya merasa sedih mengetahui bahwa kota saya menjadi tempat pembuangan sampah plastik dari negara-negara maju," tulis Nina dalam suratnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan sampah plastik dari Australia merupakan yang paling banyak ditemukan di tempat pembuangan akhir (TPA). Selain Australia, sampah dengan label Amerika Serikat menjadi terbanyak kedua.
Australia tercatat mengekspor sampah sebanyak 52 ribu ton ke provinsi Jawa Timur pada 2018. Jumlah tersebut meningkat 250 persen dari ekspor impor pada 2014.
"Tolong simpan sampah Australia di Australia dan jangan mengirim sampah yang tidak dapat didaur ulang ke Indonesia karena bisa menambah lebih banyak masalah sampah plastik di sini," tulisnya.
"Berhenti mengekspor sampah kertas dan plastik ke Jawa Timur dan Indonesia. Tolong ambil kembali sampah kalian dari Indonesia."
Mengutip
ABC, kantor Kedutaan Besar Australia dalam pernyataan mengatakan pemerintah berencana melarang ekspor sampah plastik, kertas, dan kaca mulai Juli 2020.
"Seperti halnya Nina, pemerintah kami menganggap penanganan sampah sebagai prioritas utama karena ini merupakan masalah penting bagi lingkungan," tulis pemerintah Australia dalam pernyataannya.
[Gambas:Video CNN]Protes serupa ke Kanselir Jerman dan Presiden ASNina juga mengirimkan surat yang ditujukan kepada Kanselir Jerman, Angela Merkel dan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Dalam suratnya, ia memberikan detail pengaruh ekologis yang dialami Jawa Timur akibat impor sampah. Ia mengatakan hewan laut banyak yang mati akibat menelan sampah plastik.
Surat yang ditujukan untuk Trump, ia menyebut sampah yang berasal dari AS membuat sungai-sungai di Indonesia berubah menjadi sangat kotor dan bau.
"Mengapa kalian selalu mengekspor sampah ke negara saya? Mengapa kalian tidak mengurus sendiri sampah di negara kalian?," tulis Nina dalam suratnya kepada Trump.
Lewat pertemuannya dengan Duta Besar Jerman, Peter Schoof, Nina menunjukkan diagram yang berisi perjalanan sampah plastik dan impor ke tempat pengumpulan sampah di Desa Bangun Mojokerto dan Desa Tropodo Sidoarjo.
Dalam pertemuan itu, Schoof mengatakan sulit untuk mengetahui secara pasti tingkat persentase sampah plastik ilegal yang tercampur kertas daur ulang impor. Ia mengimbau agar Indonesia memberikan bukti jika ada perusahaan Jerman yang melanggar impor plastik sehingga bisa ditindak secara hukum.
Schoof juga mengatakan telah mengingatkan pemerintah Jerman agar lebih ketat memeriksa kontainer sampah yang akan diekspor.
Menurutnya, Indonesia menghasilkan 3,2 hingga 3,9 juta ton plastik dalam setahun. Jerman mengirim 64 ribu ton plastik sebagai bahan baku plastik ke Indonesia.
"Sebagian besar dari masalah terkait sampah yang ada di Indonesia adalah kita perlu mencari cara untuk mengumpulkan sampah dari perumahan masyarakat, memisahkan antara sampah daur ulang dan yang tidak bisa didaur ulang serta membangun pabrik daur ulang," ujar Schoof dalam pertemuannya dengan Nina.
Nina juga menyerahkan surat kepada Kanselir Angela Markel yang memperlihatkan kartu identitas seorang wanita Jerman dan kemasan minuman asal Jerman yang ditemukan diantara tumpukan sampah di Desa Bangun. Schoof berjanji akan menyerahkan surat Nina ke Berli dan berusaha untuk mendapat tanggapan langsung dari Kanselir Jerman.
Selain Indonesia, jutaan kilogram sampah plastik dari Australia juga berakhir di Vietnam dan Malaysia. China sebelumnya menjadi negara yang paling banyak menerima ekspor sampang. Sejak Juli 2017 pemerintah China mengeluarkan larangan impor sampah.
(evn)