Jakarta, CNN Indonesia -- Tentara
Amerika Serikat yang menjadi korban serangan
rudal Iran dilaporkan terus bertambah.
Mereka terluka akibat serangan rudal Iran ke dua pangkalan militer AS di Irak, Ain al-Asad dan pangkalan di Erbil pada 8 Januari lalu.
Pejabat pertahanan AS pada Selasa (21/1) mengatakan beberapa pasukan telah diterbangkan dari Irak menuju Jerman untuk pengecekan atas dugaan gegar otak.
Tidak disebutkan jumlah pasti pasukan, namun para pejabat mengatakan tidak banyak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pekan lalu, 11 tentara diterbangkan ke fasilitas medis AS di Jerman dan Kuwait untuk evaluasi lebih lanjut karena gejala gegar otak.
Juru Bicara Komando Pusat Militer AS, Kapten Angkatan Laut Bill Urban, mengkonfirmasi evakuasi tambahan tetapi tidak mengungkap berapa banyak tentara yang diterbangkan.
[Gambas:Video CNN]Perwira yang mengawasi operasi militer di Timur Tengah itu mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan, sejumlah tentara diidentifikasi berpotensi cedera.
"Dengan sangat hati-hati, para tentara telah dipindahkan ke Landstuhl, Jerman, untuk evaluasi lebih lanjut dan perawatan yang diperlukan. Mengingat sifat cedera yang sudah dicatat, ada kemungkinan cedera tambahan diidentifikasi di masa depan," kata Urban seperti dikutip dari
Associated Press, Rabu (22/1).
Serangan ke dua basis militer itu diluncurkan Iran sebagai balasan atas kematian Mayor Jenderal Qasem Soleiman akibat
drone AS. Serangan yang diluncurkan pada 3 Januari itu turut menewaskan salah satu tokoh militer Irak, Abu Mahdi al-Muhandis.
Saat serangan berlangsung, Urban menuturkan sebagian besar dari total 1.500 tentara AS di pangkalan al-Assad berlindung di dalam bungker bawah tanah. Mereka siaga menyusul sirine peringatan yang berbunyi beberapa waktu sebelumnya.
Tak lama setelah serangan itu, Presiden Donald Trump diberitahu bahwa tidak ada pihak AS yang terluka dalam serangan tersebut.
Informasi mengenai korban sangat penting karena hal itu menjadi pertimbangan AS untuk mengambil keputusan, serangan balasan dan berperang dengan Iran. Trump memilih untuk tidak membalas, dan ketegangan dengan Iran pun mulai mereda.
Namun berapa hari kemudian, skrining medis menunjukkan bahwa beberapa tentara yang berlindung di dalam bungker selama serangan berlangsung menderita gejala gegar otak.
(dea)