Pemakzulan, Senyum Trump dan Kegeraman Demokrat

CNN Indonesia
Kamis, 06 Feb 2020 20:33 WIB
Meski lolos dari pemakzulan, Presiden AS, Donald Trump, bakal menghadapi 'pertempuran' lain jelang pilpres.
Meski lolos dari pemakzulan, Presiden AS, Donald Trump, bakal menghadapi 'pertempuran' lain jelang pilpres. (Alastair Pike / AFP)
Jakarta, CNN Indonesia -- Senyum Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, ketika menyampaikan pidato kenegaraan pada Selasa (4/2) lalu seolah sudah bisa memperkirakan akhir dari sidang pemakzulan. Dia berhasil menangkis seluruh tuduhan terkait pemakzulan yang diajukan Dewan Perwakilan, setelah mayoritas anggota Senat memutuskan dia tidak bersalah dalam seluruh dakwaan.

Senat menyatakan dalam sidang terakhir Trump tidak terbukti merintangi Kongres dan menyalahgunakan kekuasaan.

Hasil pemungutan suara (voting) terhadap dakwaan pertama, yakni penyalahgunaan kekuasaan, mencatat 52 suara menolak dakwaan tersebut berbanding 48 suara. Dalam dakwaan ini senator Partai Republik Mitt Romney berada di kubu Partai Demokrat dengan menyatakan Trump menyalahgunakan kekuasaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara voting atas dakwaan kedua, merintangi Kongres, berakhir dengan 53 suara menolak dakwaan tersebut berbanding 47 suara. Setelah sidang pemakzulan ini kongres memasuki masa reses hingga pekan depan.


Sikap Romney menarik perhatian karena dia menjadi satu-satunya politikus Partai Republik yang memiliki pilihan berbeda dengan sejawatnya.

Berbagai perkiraan tentang akhir sidang pemakzulan Trump sudah berseliweran sejak awal. Banyak pihak yang pesimis ketika Dewan Perwakilan yang dikuasai Partai Demokrat menyatakan dengan lantang akan memakzulkan Trump.

Penyebabnya adalah Trump diduga menyalahgunakan kekuasaan saat meminta bantuan kepada Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy, untuk mengusut kasus dugaan korupsi yang dilakukan Hunter Biden. Hunter adalah anak dari kandidat bakal calon presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Joe Biden.

Kubu Demokrat menganggap permintaan Trump sarat motif politis. Sebab, tahun ini dia kembali maju dalam pemilihan presiden Amerika Serikat. Selain itu, Trump juga dianggap merintangi penyidikan yang dilakukan DPR dengan cara melarang orang-orang yang dipanggil dewan untuk hadir.

Dia juga disebut melarang Gedung Putih dan sejumlah lembaga negara memberikan dokumen yang diminta DPR terkait penyelidikan skandal itu.

[Gambas:Video CNN]

Senat yang dikuasai kubu Republik sejak awal sidang sudah bersikap bertahan. Mereka pasang badan untuk Trump dengan cara menolak seluruh usul yang diajukan tim pemakzulan dari DPR. Karena menang jumlah, seluruh voting selalu mereka menangkan.

Sikap Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, yang merobek naskah pidato kenegaraan Trump seolah menjadi gambaran kegeraman kubu Demokrat yang seolah sudah bisa memperkirakan upaya mereka selam empat bulan untuk memakzulkan sang presiden bakal kandas.

Berlanjut di pilpres

Setelah drama pemakzulan itu berakhir, tetapi jalan memperebutkan kursi kepresidenan AS masih panjang. Posisi Partai Republik saat ini cenderung stabil dengan sosok Trump yang masih bertahan di dalam hasil jajak pendapat tingkat keterpilihan. Posisinya hanya bisa tersaingi oleh Romney yang mempunyai pendukung loyal di Utah, yang kemungkinan peluangnya saat ini akan semakin kecil setelah pecah kongsi.

Dalam pidato kenegaraan kemarin yang dianggap berbau kampanye, Trump kembali mempertegas posisinya di mata partai dan para pendukung setianya. Meski hasil survei menyatakan elektabilitas masih tinggi, tetapi setengah dari responden berharap Trump tidak terpilih lagi.
Pemakzulan, Senyum Trump Hingga Kegetiran DemokratKetua DPR AS, Nancy Pelosi (berbaju putih), merobek naskah pidato kenegaraan Presiden Donald Trump. (MANDEL NGAN / AFP)

Skandal Ukraina yang membuat Trump sempat dimakzulkan tetap menjadi noda politik.

Republik juga dipastikan akan mengincar dominasi di Dewan Perwakilan yang saat ini dikuasai kubu Demokrat.

Meski demikian, posisi Trump juga tidak aman. Masalah pemakzulan itu bisa menjadi senjata Partai Demokrat untuk menyerang saat kampanye.


Di sisi lain, Partai Demokrat saat ini tak kunjung menemukan sosok andalan mereka untuk diusung dalam pilpres. Mereka masih berkutat dalam konvensi sebelum benar-benar dijagokan. Nama-nama seperti Joe Biden, Paul Buttigieg, Bernie Sanders dan Elizabeth Warren harus berebut meraih dukungan dari negara bagian basis suara kubu Demokrat.

"Saya tidak bisa bayangkan ada presiden Amerika Serikat dan satu partai serta seorang anggota dari partainya meminta dia dicopot dan menganggap hal itu sebagai kemenangan," kata Joe Biden. (ayp/ayp)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER