Jakarta, CNN Indonesia -- Virus
corona membuat ratusan juta penduduk
China tidak bisa sembarangan bepergian. Hal itu merupakan akibat dari langkah pemerintah China yang menerapkan pembatasan perjalanan terhadap warganya di sejumlah daerah.
Menurut prediksi
CNN, sedikitnya 780 juta penduduk China tak bisa bebas bepergian. Jumlah tersebut hampir separuh dari total penduduk China yang lebih dari 1,3 miliar.
Pembatasan perjalanan berlaku di seluruh daratan China. Termasuk wilayah Hubei, Liaoning, Shanghai dan Beijing. Hal itu dilakukan guna membatasi penyebaran virus corona.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembatasan perjalanan paling ketat diberlakukan di Provinsi Hubei, tempat pertama kali virus corona ditemukan. Berdasarkan informasi yang dihimpun
CNN, penduduk di Kota Wuhan, Huanggang, Shian dan Xiaogan di Provinsi Hubei tidak bisa sembarangan meninggalkan kawasan tempat tinggalnya.
Mereka mendapat bantuan dari komite dan komunitas kesehatan setempat guna memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
"Penggunaan kendaraan di jalan raya untuk keperluan yang tak terlalu penting juga dilarang," mengutip
CNN, Selasa (18/2).
[Gambas:Video CNN]Virus novel corona setidaknya telah menginfeksi 70.548 orang di berbagai belahan dunia. Hingga 16 Februari lalu, 1.770 orang di daratan China meninggal dunia akibat virus tersebut.
Mengutip South China Morning Post, Senin (17/2), pemerintah China masih belum merilis identitas pasien pertama virus corona ke publik. Sempat beredar informasi tentang Institut Virologi Wuhan yang diduga sumber kemunculan virus corona.
Informasi tersebut diucapkan Huang Yanling, seseorang yang pernah menempuh studi di lembaga penelitian virus tersebut. Namun, hal itu dibantah.
Institut Virologi Wuhan menyatakan bahwa Huang merupakan mahasiswi pascasarjana yang lulus pada 2015. Setelah itu, dia pergi dan belum pernah kembali ke Wuhan hingga saat ini.
"Baru-baru ini ada informasi palsu tentang Huang Yanling, lulusan dari institut kami, yang mengklaim bahwa dia adalah pembawa virus corona (patient zero)," kata institut tersebut sambil menegaskan bahwa klaim itu tidak benar.
(bmw/cnn/bmw)