Jakarta, CNN Indonesia --
Swedia memiliki cara berbeda dengan negara tetangga dalam mengatasi pandemi
virus corona. Negara ini tidak menerapkan pembatasan keras dalam kehidupan warga.
Foto-foto mengenai aktivitas pekerja bergegas ke kantor di tengah jalanan Swedia yang sibuk atau berkumpul di kafe maupun bar cukup membuat banyak pihak mengernyitkan dahi.
Anak-anak tetap sekolah meski universitas dan sekolah menengah menerapkan skema belajar jarak jauh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dunia usaha, dari tempat potong rambut hingga restoran, tetap buka meski warga dianjurkan untuk bekerja dari rumah jika memungkinkan.
Pada 7 April lalu Swedia meloloskan rancangan undang-undang yang memungkinkan pemerintah mengambil tindakan dan kebijakan cepat terkait langkah-langkah penanganan Covid-19.
Kunjungan ke panti jompo dihentikan sejak 1 April. Kementerian Kesehatan dan Sosial meminta warga tidak melakukan perjalanan tak penting. Warga diminta menjaga jarak dan bertanggung jawab secara mandiri.
Di antara negara-negara Nordik, yaitu negara yang memiliki kesamaan budaya, geografi dan sosiologi, perbedaan dengan Swedia sangat nyata terlihat.
Finlandia misalnya, mereka menetapkan kondisi darurat yang diikuti penutupan sekolah dan melarang pertemuan lebih dari 10 orang pada 16 Maret.
Negara ini membatasi perjalanan ke dan dari wilayah UUsima pada 28 Maret serta menutup restoran, kafe, juga bar pada 1 April.
 Foto: CNN Indonesia/Fajrian Insert Artikel - Waspada Virus Corona |
Sementara Denmark mengumumkan penutupan massal pada 11 Maret dan masuk dalam negara Eropa yang sejak awal menutup perbatasan, sekolah, toko dan restoran.
Norwegia mulai menerapkan pembatasan perjalanan pada pertengahan Maret. Pemerintah menutup sekolah dan tempat penitipan anak serta melarang penggunaan rumah liburan warga. Negara ini juga membatalkan acara-acara serta menutup dunia usaha seperti salon kecantikan dan tempat potong rambut.
Swedia kini harus menghadapi kenyataan bahwa jumlah korban meninggal akibat wabah itu perlahan meningkat.
Data John Hopkins University memperlihatkan tingkat kematian di Swedia kini lebih tinggi dari negara-negara tetangga, mencapai rasio 21 kematian per 100 ribu orang.
Denmark mencatat tujuh kematian per 100 ribu orang, dan Norwegia serta Finlandia memiliki kematian kurang dari empat per 100 ribu orang.
Swedia mencatat 18.640 kasus positif corona dan 2.194 kematian dari 10 juta penduduk.
Denmark mencatat 8.773 kasus positif, 442 kematian dari 5,8 juta penduduk. Kasus positif corona di Norwegia mencapai 7.449 orang dan 202 kematian dari 5,4 juta penduduk. Finlandia memiliki 4.576 kasus positif dan 190 kematian dari 5,5 juta penduduk.
Kini Denmark dan Norwegia mulai mengendurkan kebijakan
lockdown. Anak-anak mulai kembali bersekolah sejak 10 hari lalu, meski jumlah murid dalam satu kelas lebih sedikit dan menerapkan jarak dua meter antar siswa. Salon dan bisnis yang memerlukan kontak jarak dekat mulai buka pada Senin mendatang.
Sedangkan Finlandia memilih memperpanjang kebijakan pembatasan hingga 13 Mei.
Kasus kematian karena corona di Swedia memang tidak sebanyak Italia atau Spanyol, yang mencatat 44 dan 49 kematian per 100 ribu orang. Bahkan lebih kecil dibandingkan Inggris yang mencatat 31 kematian per 100 ribu orang.
Tetapi ada sejumlah perbedaan besar antara Swedia dan negara-negara itu yang membuatnya sulit dibandingkan.
Contohnya Italia, memiliki populasi golongan tua, jumlah perokok lebih besar dan jumlah rumah yang ditinggali beberapa generasi lebih banyak.
Pada 28 Maret, petisi yang ditandatangani oleh sekitar dua ribu ilmuwan termasuk ketua Yayasan Nobel Carl-Henrik Heldin, mendesak pemerintah Swedia "segera mengambil langkah yang sesuai dengan rekomendasi WHO."
Para ilmuwan ini menambahkan bahwa langkah-langkah itu harus bertujuan membatasi kontak antar warga dan meningkatkan kemampuan memeriksa penyakit Covid-19 di kalangan warga.
"Langkah-langkah ini harus segera diterapkan, karena itu yang dilakukan negara-negara tetangga kita di Eropa," tulis para ilmuwan itu. "Negara kita tidak boleh berbeda sendiri dalam upaya mengatasi pandemi ini."
Petisi ini juga mengatakan bahwa mencoba "menciptakan satu
herd immunity, seperti yang diterapkan saat terjadi pandemi influenza, tidak didukung kuat secara ilmiah."
Pemerintah Swedia sendiri membantah tudingan menerapkan strategi penciptaan
herd immunity itu.
Menteri Kesehatan dan Sosial Swedia Lena Hallengren mengatakan kepada
CNN: "Tidak ada strategi menciptakan
herd immunity untuk mengatasi Covid-19 di Swedia. Negara ini memiliki tujuan yang sama dengan negara lain yaitu menyelamatkan nyawa dan melindungi kesehatan rakyat."
"Hingga sekarang Swedia memiliki jumlah kematian lebih banyak [dibandingkan negara Eropa lain], dan itu kemungkinan disebabkan karena kami tidak menerapkan
lockdown yang ketat dan tidak ada
lockdown yang diatur berdasarkan undang-undang,” kata Jan Albert, ilmuwan dari Karolinska Institutet.
Tetapi dia meyakini sebagian besar ilmuwan Swedia "cukup tenang" soal rencana
herd immunity karena mereka berpendapat strategi ini bisa berhasil.
"Apa strategi negara lain?" tanya Albert. "
Herd immunity hanya satu-satunya yang bisa menghentikan ini semua, kecuali ditemukan vaksin dalam waktu cepat, yang tidak mungkin terjadi.
 Ilustrasi pasien virus corona. (AP/Jean-Francois Badias) |
"Sebenarnya tidak satu pun orang di Swedia, atau di negara lain, yang tahu soal strategi terbaik. Hanya waktu yang akan menunjukkan hal itu."
Dia yakin
lockdown yang lebih ketat "hanya akan membuat kurva merata dan hal ini tidak berarti kasus baru akan hilang, kasus itu hanya bergerak sesuai waktu."
“Selama sistem kesehatan bisa mengatasi hal ini dan bisa merawat mereka yang membutuhkan, tidak ada kepastian bahwa kasus baru di masa depan akan lebih baik situasinya."
Melindungi sistemAlbert percaya sistem kesehatan Swedia mampu mengatasi pandemi ini. Hal sama diyakini Peter Lindgren, Direktur utama Institut Ekonomi Kesehatan Swedia (IHE).
Lindgren mengatakan kepada
CNN bahwa jumlah pasien yang dirawat di unit gawat darurat rumah sakit stabil dalam beberapa pekan belakangan. “Jadi dari aspek ini, kebijakannya cukup berhasil."
Tetapi, dia menambahkan, masalahnya adalah penyakit ini merambat ke panti jompo. Akibatnya ada korban di kalangan orang berusia lanjut. Menteri Halengren menyebut salah satu kekhawatiran saat ini adalah upaya memperkuat perlindungan penghuni panti jompo.
Menurut dia, masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan pasti terkait efektivitas langkah-langkah yang diterapkan Swedia.
Halengren menambahkan hanya karena Swedia tidak menerapkan "
lockdown penuh" bukan berarti "semua berjalan seperti biasa" dan kebijakan pun "terus menerus dievaluasi" dengan bantuan para pakar untuk memastikan kebijakan yang benar diambil di saat yang tepat.
Larangan berkumpul lebih dari 50 orang dan warga "diminta keras" agar menghindari perjalanan domestik yang tidak perlu.
Menteri Luar Negeri Swedia dikutip koran
Guardian mengungkapkan bahwa masih terlalu dini untuk menilai pendekatan yang diterapkan negaranya.
"Banyak terjadi kesalahpahaman,” ujar Ann Linde. "Kami memiliki tujuan yang sama dengan semua pemerintah negara. Dan seperti yang selalu kami katakan, kami sangat siap untuk menerapkan aturan yang lebih mengikat jika warga tidak mentaati aturan saat ini."
Dia mengatakan angka kematian yang cukup tinggi "tidak diharapkan" dan kematian di panti jompo merupakan "satu hal yang menjadi kegagalan kami."
Badan Kesehatan Masyarakat Swedia memperkirakan hampir sepertiga penduduk Stockholm tertular Covid-19 pada 1 Mei. Ini berarti lebih dari 200 ribu orang, jauh lebih tinggi dari angka kasus positif corona tingkat nasional yang tercatat hingga sekarang.
Kurang dari 24 jam kemudian, terjadi kebingungan ketika badan ini mengumumkan di akun Twitternya bahwa "ada kesalahan' dalam laporan itu dan kemudian mengatakan model matematikanya telah diperbaiki. Badan ini menegaskan bahwa 26 persen penduduk kota Stockholm akan terjangkit corona pada 1 Mei.
 Foto: CNN Indonesia/Fajrian INFOGRAFIS AGAR TAK TERTULAR VIRUS CORONA |
Badan ini memperkirakan sekitar 75 kasus tak terkonfirmasi pada setiap satu kasus Covid-19 yang tercatat, tetapi puncak penyebaran virus ini telah lewat.
Pakar epidemiologi pemerintah Swedia Anders Tegnell mengatakan negaranya kemungkinan akan jauh lebih siap dalam menghadapi gelombang kedua virus corona karena jumlah orang yang terjangkit penyakit itu sudah begitu banyak.
Apakah strategi Covid-19 Swedia berhasil atau gagal baru akan terkuak beberapa bulan mendatang. Namun ketika banyak negara di dunia menghitung angka kematian dan mencoba berpikir langkah lain untuk mengatasi, kebijakan Swedia ini akan terus diperhatikan.