Swedia Catat Kematian Corona Tertinggi per Kapita di Eropa

CNN Indonesia
Kamis, 21 Mei 2020 14:36 WIB
People chat and drink in Medborgarplatsen, Stockholm, Sweden, Saturday, April 4, 2020. Swedish authorities have advised the public to practice social distancing because of the coronavirus pandemic, but still allow a large amount of personal freedom, unlike most other European countries. The new coronavirus causes mild or moderate symptoms for most people, but for some, especially older adults and people with existing health problems, it can cause more severe illness or death. (AP Photo/Andres Kudacki)
Ilustrasi kehidupan santai di Swedia saat pandemi virus corona AP Photo/Andres Kudacki
Jakarta, CNN Indonesia -- Swedia mencatatkan kematian akibat virus corona terbanyak di daratan Eropa per kapita dalam tujuh hari hingga Selasa (19/5). Hal itu diketahui berdasarkan data Our World Data, sebuah publikasi penelitian online yang berada di Universitas Oxford.

Data itu menunjukkan bahwa Swedia memiliki rata-rata 6,5 kematian per hari per satu juta orang akibat virus corona selama satu pekan terakhir.

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain di Eropa. Inggris rata-rata 5,75 kematian per hari per satu juta orang dalam kurun waktu yang sama, Belgia rata-rata 4,6, Prancis rata-rata 3,49, dan Italia rata-rata 3.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dibandingkan dengan negara-negara berpenduduk lebih banyak seperti Italia dan Jerman, kasus virus corona di Swedia secara keseluruhan jauh lebih sedikit. Namun, angka kematian akibat virus corona per kapitanya termasuk yang tertinggi di dunia.

Berdasarkan data statistik Worldometer, hingga Kamis (21/5) Swedia memiliki 31.523 kasus corona dan 3.831 kematian.

Dilansir Business Insider, Swedia tidak pernah mengeluarkan kebijakan resmi melakukan lockdown untuk menangani pandemi corona.

Jumlah kematian akibat virus corona per kapita di Swedia lebih kecil daripada Inggris dan Italia yang menerapkan lockdown.
Foto: CNN Indonesia/Fajrian

Sebaliknya, Swedia mengandalkan tanggung jawab pribadi dan mendorong warganya untuk tetap tinggal di rumah ketika sakit dan menjaga jarak sosial ketika berada di tempat umum.

Sebagian besar bisnis, restoran, bar, dan sekolah tetap buka, meskipun pada akhir Maret lalu sempat ada larangan pertemuan lebih dari 50 orang.

Mantan kepala ahli epidemiologi Swedia yang kini juga menjabat sebagai penasihat kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Johan Giesecke membela kebijakan negaranya dan mengatakan bahwa lockdown di sana hanya akan menunda jumlah kasus dan kematian akibat corona.

"Sangat sedikit yang kita bisa lakukan untuk mencegah penyebaran ini," tulis Giesecke dalam jurnal medis Lancet awal bulan Mei.

"Lockdown mungkin menunda beberapa kasus berat untuk sementara, tapi begitu pembatasan dilonggarkan, kasus-kasus akan muncul kembali," tulisnya.

"Saya memperkirakan bahwa ketika kita menghitung jumlah orang yang mati akibat Covid-19 di setiap negara dalam satu tahun dari sekarang, hasilnya akan sama, terlepas dari tindakan yang diambil," ujar dia.


Giesecke mengatakan kepada Business Insider bahwa kebijakan kontroversial Swedia belum dapat dikatakan sukses dalam mengendalikan virus corona, tetapi akan sukses di kemudian hari.

Dia memperkirakan bahwa jumlah kasus positif dan kematian di Swedia akan terus meningkat dalam beberapa pekan ke depan, tapi negara itu "dalam tren pelandaian".

"Ketika negara-negara lain membuka lockdown, mereka akan mendapatkan kasusnya," kata dia.

Pemerintah Swedia dianggap berusaha menerapkan strategi penciptaan herd immunity untuk melawan virus corona. Namul hal itu dibantah.

Menteri Kesehatan dan Sosial Swedia Lena Hallengren mengatakan kepada CNN: "Tidak ada strategi menciptakan herd immunity untuk mengatasi Covid-19 di Swedia. Negara ini memiliki tujuan yang sama dengan negara lain yaitu menyelamatkan nyawa dan melindungi kesehatan rakyat."


Meski demikian, Ilmuwan dari Karolinska Institutet, Jan Albert, meyakini sebagian besar ilmuwan Swedia cukup tenang dengan herd immunity karena mereka berpendapat strategi ini bisa berhasil.

"Apa strategi negara lain?" tanya Albert.

"Herd immunity hanya satu-satunya yang bisa menghentikan ini semua, kecuali ditemukan vaksin dalam waktu cepat, yang tidak mungkin terjadi. "Sebenarnya tidak satu pun orang di Swedia, atau di negara lain, yang tahu soal strategi terbaik. Hanya waktu yang akan menunjukkan hal itu." (dmi/dea)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER