Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah
Prancis melarang penggunaan
hydroxychloroquine untuk mengobati pasien terinfeksi
virus corona mulai Rabu (27/5).
Larangan tersebut dikeluarkan setelah dua badan penasehat Prancis dan WHO mengatakan obat tersebut bisa menimbulkan risiko kesehatan serius dan berbahaya bagi orang yang mengonsumsinya.
Hydroxychloroquine biasanya digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis atau peradangan sendi dan lupus. Disamping itu hydroxychloroquine juga digunakan untuk mengobati malaria.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip
AFP, di bawah aturan baru Prancis hanya membolehkan penggunaan hydroxychloroquine dalam uji klinis untuk mengetahui kemanjurannya terhadap virus corona.
Akhir-akhir ini penggunaan obat hydroxychloroquine menuai kontroversi setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mulai mendukung penggunaan obat itu untuk mengobati pasien virus corona. Trump bahkan mengklaim ia secara rutin mengonsumsi hydroxychloroquine untuk menghindari infeksi virus corona.
Padahal sejauh ini belum ada penelitian yang cukup untuk membuktikan efektivitas obat itu.
 Foto: CNN Indonesia/Fajrian Insert Artikel - Waspada Virus Corona |
Pengakuan Trump itu ditanggapi Ketua DPR AS, Nancy Pelosi. Dia menyebut mengonsumsi hydroxychloroquine bukanlah ide yang baik untuk mengobati Covid-19.
"Saya lebih suka dia tidak melakukan pengobatan tertentu yang belum mendapat persetujuan ilmuwan, terutama untuk kelompok usia seperti dia, termasuk untuk kelompok berat badan tertentu, obesitas yang tidak wajar," ujar Pelosi saat tampil di acara diskusi
CNN.[Gambas:Video CNN]Di Brasil, uji klinis yang dilakukan pada sekelompok pasien yang mengonsumsi hydroxychloroquine dengan dosis tinggi menimbulkan masalah irama jantung yang berbahaya.
Penelitian ini dilakukan pada 440 pasien positif virus corona. Peneliti memberikan dosis tinggi yakni 600 miligram hydroxychloroquine dua kali sehari selama 10 hari pada sebagian partisipan.
Sebagian lain diberikan dosis rendah 450 miligram selama lima hari.
Setelah mencoba pada 81 pasien, peneliti melihat beberapa tanda yang mengkhawatirkan. Dalam beberapa hari pengobatan, banyak pasien dalam kelompok dosis tinggi mengalami masalah irama jantung. Dua pasien dalam kelompok dosis tinggi meninggal dunia setelah mengalami detak jantung yang cepat dan abnormal.
Selasa (26/5) lalu, WHO juga menyatakan menghentikan sementara uji klinis hydroxychloroquine sebagai pengobatan potensial bagi pasien virus corona.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan keputusan itu diambil setelah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet menunjukkan obat itu dapat meningkatkan risiko kematian pasien Covid-19.
(ans/evn)