Menhan AS Tolak Upaya Trump Kerahkan Militer Hadapi Pedemo

CNN Indonesia
Rabu, 03 Jun 2020 23:15 WIB
Protesters kneel and react by a burning barricade during a demonstration Tuesday, June 2, 2020 in Paris. Paris riot officers fired tear gas as scattered protesters threw projectiles and set fires at an unauthorized demonstration against police violence and racial injustice. Several thousand people rallied peacefully for two hours around the main Paris courthouse in homage to George Floyd and to Adama Traore, a French black man who died in police custody. (AP Photo/Michel Euler)
Demo kematian George Floyd di Paris. (AP/Michel Euler)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Mark Esper tidak mendukung penggunaan pasukan militer untuk memadamkan protes berskala besar di seluruh Amerika Serikat yang dipicu oleh kematian George Floyd.

Dilansir CNN, Rabu (3/6), Esper mengatakan penerjunan pasukan militer hanya boleh digunakan sebagai upaya terakhir. Presiden Donald Trump diketahui baru-baru ini mengancam akan mengerahkan militer untuk menegakkan ketertiban.
"Pilihan untuk menggunakan satuan tugas aktif dalam peran penegakan hukum hanya boleh digunakan sebagai pilihan terakhir, dan hanya dalam situasi yang paling mendesak dan mengerikan," kata Esper.

"Kami tidak berada dalam salah satu situasi itu sekarang. Saya tidak mendukung permohonan UU Pemberontakan," tambahnya saat menyampaikan sikap tersebut di Pentagon.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Pertahanan Amerika Serikat menyatakan sekitar 1.600 pasukan militer aktif telah dikerahkan ke Washington DC untuk membantu pihak berwenang sipil mengawasi demonstrasi.

Ribuan tentara itu dikerahkan dari markas di Fort Bragg dan Fort Drum ke ibu kota pada Senin malam.
"Tidak ada pasukan aktif yang dikerahkan di Washington DC sampai saat ini, tetapi pasukan aktif telah ditempatkan di pangkalan militer di National Capitol Region," ucap juru bicara Pentagon, Jonathan Hoffman kepada CNN pada Selasa (2/6).

Demonstrasi anti-rasisme itu dipicu oleh kematian seorang warga kulit hitam asal Minneapolis pada awal pekan lalu, George Floyd, pada 25 Mei lalu.

Floyd meninggal setelah kehabisan napas usai lehernya ditekan oleh lutut seorang petugas kepolisian yang tengah menangkapnya.

Demonstrasi pertama kali pecah di Minneapolis sehari setelah kematian Floyd hingga akhirnya menyebar ke seluruh penjuru AS, bahkan dunia. (ain/ain/ain)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER