Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah di sejumlah negara memutuskan mengevaluasi kembali prosedur aparat penegak hukum untuk melumpuhkan seseorang yang hendak ditangkap dengan cara menekan lutut ke tubuh, usai insiden kematian pria kulit hitam di Minneapolis,
Amerika Serikat,
George Floyd, pada 25 Mei lalu.
Floyd meninggal saat ditangkap karena kehabisan napas dan mengalami henti jantung. Penyebabnya adalah seorang polisi yang menangkapnya, Derek Chauvin, menekan leher Floyd dengan lutut hingga dia kesulitan bernapas.
Prosedur yang disebut
chokehold itu jamak digunakan aparat keamanan di seluruh dunia untuk menahan gerakan tersangka atau orang yang berontak ketika ditangkap. Namun, cara itu dikritik karena dinilai membahayakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, insiden kematian Floyd yang mengalami perlakuan tersebut memicu gelombang unjuk rasa di AS sampai saat ini.
"Kami tidak mengatakan bahwa kondisi yang terjadi di AS sangat asing bagi kami," kata seorang anggota parlemen Prancis, Francois Ruffin, seperti dilansir
Associated Press, Kamis (4/6).
Ruffin adalah salah satu pihak yang mengusulkan melarang penggunaan teknik aparat penegak hukum yang dinilai mematikan di Prancis.
Insiden serupa yang dialami mendiang Floyd terjadi di Paris pada 28 Mei lalu. Saat itu seorang polisi terlihat melumpuhkan target dengan menekan lututnya ke wajah, leher dan dada bagian atas tersangka.
Insiden itu direkam oleh sejumlah pejalan kaki di Paris. Kepolisian setempat mengatakan tersangka ditangkap karena menyetir kendaraan saat mabuk dan tidak punya surat izin mengemudi.
Mereka beralasan terpaksa bertindak tegas karena tersangka melawan saat ditangkap dan menghina petugas.
Peristiwa serupa juga terjadi di Hong Kong. Kepolisian setempat menyatakan tengah mengusut kejadian seorang lelaki yang meninggal saat ditangkap dengan cara leher dan punggungnya ditekan menggunakan lutut oleh polisi.
 Ilustrasi taktik penangkapan dengan teknik chokehold. (AP/Francisco Seco) |
Aturan polisi di berbagai negara untuk melumpuhkan tersangka atau target dengan cara menahan gerakan sangat berbeda-beda.
Menurut seorang pelatih di kepolisian Belgia, Stany Durieux, ada sejumlah aturan yang tidak boleh dilakukan ketika polisi menggunakan lutut untuk menahan gerakan tersangka.
"Kalau ada siswa yang menekan lutut di bagian tulang belakang, maka dia akan saya latih ulang. Sangat berbahaya jika petugas dengan sengaja menumpukan seluruh beban tubuhnya ke badan tersangka, karena bisa merusak tulang rusuk dan menyebabkan tersangka kesulitan bernapas," kata Durieux.
Juru bicara kepolisian Israel, Micky Rosenfeld, menyatakan sampai saat ini tidak pernah ada aturan yang membolehkan anggotanya dengan sengaja menekan leher tersangka untuk menghalangi jalan masuk udara dan menyebabkan kehabisan napas.
Sedangkan menurut persatuan kepolisian Jerman, taktik seperti itu hanya dibolehkan dilakukan dengan menekan sisi kepala tersangka, dan tidak di bagian leher.
Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Inggris tersangka yang ditangkap harus berada dalam posisi miring, duduk, berlutut, atau berdiri. Sedangkan memberikan tekanan ke bagian leher dinyatakan sangat berbahaya.
Di dalam buku panduan Kepolisian Kota New York (NYPD) mencantumkan aturan petugas mereka dilarang melakukan
chokehold. Mereka juga harus menghindari melakukan tindakan yang menyebabkan adanya tekanan pada bagian dada tersangka seperti diduduki, menekan dengan lutut dan menginjak bagian dada atau punggung hingga membuat tersangka kesulitan bernapas.
Kepolisian Prancis juga melarang cara itu karena dinilai membahayakan. Namun, dalam panduan yang dibuat pada 2015, polisi boleh menekan dada untuk menghentikan gerakan tersangka tetapi dalam waktu yang singkat.
Akan tetapi, kalangan kepolisian menyatakan tetap mendukung teknik penangkapan tersebut jika dilakukan dengan benar.
"Teknik ini digunakan oleh polisi di seluruh dunia karena tidak membahayakan petugas dan tersangka. Asalkan teknik itu dilakukan dengan benar. Yang kita lihat di Amerika Serikat adalah teknik itu digunakan di lokasi yang salah dan terlampau lama," kata pejabat serikat kepolisian Prancis, Christophe Rouget.
(ayp/ayp)
[Gambas:Video CNN]