Gedung Putih Bantah Lembaga Penegak Hukum AS Rasialis

CNN Indonesia
Senin, 08 Jun 2020 15:26 WIB
Philadelphia police and National Guard take a knee at the suggestion of Philadelphia Police Deputy Commissioner Melvin Singleton, unseen, outside Philadelphia Police headquarters in Philadelphia, Monday, June 1, 2020 during a march calling for justice over the death of George Floyd, Floyd died after being restrained by Minneapolis police officers on May 25. (AP Photo/Matt Rourke)
Aksi solidaritas kematian George Floyd. (Foto: AP/Matt Rourke)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana tugas Wakil Menteri Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat, Ken Cuccinelli, membantah bahwa sikap rasisme yang sistemik tertanam dalam tubuh aparat penegak hukum terutama kepolisian Negeri Paman Sam.

Dalam wawancara bersama CNN, Cuccinelli menganggap sikap rasisme hanya dimiliki oleh oknum aparat dan jumlahnya sedikit.

"Tidak, tidak ada (rasisme sistematik). Ada individu yang rasis, mereka berjumlah sedikit," kata Cuccinelli saat ditanya presenter CNN, Wolf Blitzer, apakah ada rasisme sistematis dalam tubuh kepolisian AS pada Minggu (7/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepolisian AS terus menjadi sorotan publik Amerika bahkan dunia setelah warga kulit hitam asal Minneapolis, George Floyd, meninggal dunia saat dalam penangkapan aparat.

Floyd meninggal pada 27 Mei lalu karena kehabisan napas usai lehernya ditekan oleh lutut seorang petugas polisi yang tengah menangkapnya.

Kematian Floyd menambah catatan hitam kepolisian AS. Pasalnya, selama ini, sudah banyak kasus warga kulit hitam AS tewas di tangan aparat.


Beberapa bulan sebelum insiden Floyd terjadi, pertemuan kulit hitam bernama Breonna Taylor juga meninggal dunia di tangan kepolisian AS. 

Taylor yang tengah terlelap ditembak mati oleh polisi ketika aparat menggeledah gedung apartemennya untuk mencari tersangka kriminal.

[Gambas:Video CNN]


Kematian Floyd dinilai menjadi puncak amarah publik AS terkait sikap diskriminasi dan rasial berujung kekerasan dalam tubuh aparat kepolisian, terutama saat menindak warga kulit hitam dan kaum minoritas lainnya.

Sehari setelah kematian Floyd, unjuk rasa anti-rasisme pecah di Minneapolis. Sejak itu demonstrasi terus menyebar ke setidaknya 140 kota di AS bahkan hingga mancanegara.


Cuccinelli menganggap meski Floyd merupakan warga kulit putih, nasibnya tidak akan berbeda.

Blitzer bertanya kepada Cuccinelli "jika George Floyd berkulit putih, apakah dia akan hidup hari ini?"

"Tidak, kurasa dia (tetap) tidak akan (hidup). Saya pikir perilaku (rasis) sudah tertanam dalam petugas itu," jawab Cuccinelli.

Ia menuturkan FBI tengah menyelidiki apakah petugas polisi yang menekan leher Floyd memiliki masalah rasisme.

"Tapi dari apa yang saya lihat dalam video penangkapan Floyd yang tersebar selama delapan setengah menit itu, dia (polisi) adalah seseorang perundung yang menyalahgunakan kedudukan otoritas dan kekuasaannya dalam hukum," kata Cuccinelli.

Selain Cuccinelli, sejumlah pejabat AS juga membantah bahwa sikap rasisme sistematik tertanam dalam lembaga penegak hukum Negeri Paman Sam.

Jaksa Agung Bill Barr dan pelaksana tugas Menteri Keamanan Dalam Negeri Chad Wolf membantah bahwa rasisme sistematis menjadi masalah dalam tubuh aparat penegak hukum AS. (rds/evn)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER