Pemerintah China mendesak Amerika Serikat berhenti mencampuri urusan dalam negeri mereka khususnya menyangkut etnis minoritas Muslim Uighur.
Dilansir dari Xinhua, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan hal itu untuk menanggapi pernyataan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo atas kebijakan Uighur di Xinjiang.
Dia mengatakan pemerintah China melindungi hak dan kepentingan sah semua orang dari semua kelompok etnis, termasuk minoritas.
Menurut Zhao, sejak 1978 hingga 2018, populasi Uighur di Xinjiang tumbuh dari 5,55 juta menjadi 11,68 juta. Dia mencatat kenaikan sebesar 2,1 kali dan menyumbang sekitar 46,8 persen dari total populasi Wilayah Otonomi Uighur Xinjiang.
Zhao justru mengungkapkan bahwa etnis minoritas di AS sudah sejak lama menderita perundungan, pengucilan, dan diskriminasi sistemik yang luas dalam aspek ekonomi, budaya, sosial dan lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengutip insiden seperti pembunuhan orang India melalui ekspansi ke arah barat (Westward Expansion) hingga kematian pria kulit hitam George Floyd.
"Kami mendesak politisi AS seperti Pompeo menolak bias dan standar ganda, menghadapi masalah diskriminasi rasial di rumah sendiri, menghabiskan lebih banyak waktu dan energi untuk meningkatkan kondisi HAM di rumah sendiri, berhenti mencoreng dan mencampuri urusan dalam negeri China dengan menciptakan rumor dengan dalih Xinjiang," kata Zhao, Selasa (1/7).
Sebelumnya China dilaporkan telah mensteril paksa perempuan Uighur untuk membatasi populasi etnis minoritas itu di wilayah Xinjiang barat, menurut koran yang diterbitkan Senin, (29/6).
Laporan itu didapat berdasarkan sejumlah data resmi, dokumen kebijakan, dan wawancara dengan perempuan Uighur.
Dilansir dari NBC News, hal itu membuat Menteri Luar Negeri Mike Pompeo ikut bersuara dengan menyebut upaya sterilisasi itu sebagai praktik mengerikan dan meminta semua negara bergabung dengan AS untuk menuntut diakhirinya pelanggaran tersebut.