Departemen Pendidikan Hong Kong melarang pelajar menyanyikan lagu 'Glory to Hong Kong' dan melarang mereka terlibat aksi protes terhadap undang-undang keamanan nasional baru yang memperkuat kendali China atas Hong Kong.
'Glory to Hong Kong' adalah lagu kebangsaan tidak resmi yang digaungkan para demonstran dalam aksi protes menentang pemberlakuan undang-undang keamanan China.
Dilansir dari National Review, para pelajar dilarang menyanyikan 'Glory to Hong Kong', mengunggah slogan politik secara daring, atau membentuk rantai manusia (politik solidaritas) yang sudah terjadi di berbagai aksi protes pro-demokrasi di wilayah itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lagu 'Glory to Hong Kong' berisi pesan-pesan politik yang kuat dan berkaitan erat dengan insiden sosial dan politik, kekerasan dan insiden ilegal yang berlangsung berbulan-bulan," kata Sekretaris Pendidikan Hong Kong, Kevin Yeung, dalam sebuah pernyataan pada Rabu (8/7).
"Karena itu, sekolah tidak boleh mengizinkan siswanya bermain, bernyanyi, atau menyiarkannya di sekolah," tambahnya.
Para pelajar di Hong Kong termasuk siswa sekolah menengah telah menjadi kekuatan pendorong di balik aksi protes pro-demokrasi terhadap campur tangan China.
Fenomena ini menjadi perhatian khusus bagi otoritas China dan pejabat pro-China di wilayah tersebut dan mendorong kurikulum pendidikan yang lebih patriotik.
Menurut Yeung, lebih dari 1.600 siswa telah ditangkap dalam aksi protes sejak hukum keamanan nasional diterapkan. Dalam arti yang lebih luas dan tidak jelas, hukum itu mengkriminalkan perilaku yang dianggap mengancam China.
Hukum itu juga secara teknis berlaku bagi semua warga negara di dunia. Contohnya, jika ada orang AS dianggap melanggar hukum keamanan nasional di negaranya, maka orang itu bisa dikenai sanksi jika ia memasuki Hong Kong.
Sebelumnya pada akhir Mei, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, memberi tahu Kongres bahwa Departemen Luar Negeri tidak lagi menganggap Hong Kong sebagai wilayah otonom karena campur tangan China.
(ans/evn)