China menganggap kecaman Prancis atas perlakuan terhadap etnis minoritas Muslim Uighur di provinsi Xinjiang sebagai tuduhan yang salah. China menyebutnya kebohongan
Juru bicara kementerian luar negeri China, Wang Wenbin mengatakan bahwa China sudah berulang kali menanggapi dan mengklarifikasi laporan dan tuduhan palsu tentang isu terkait Xinjiang.
"(Menanggapi) kebohongan yang menyebut bahwa Xinjiang membatasi kebebasan beragama dan menindas umat Isla, kenyataannya adalah baru-baru ini, beberapa politisi dan media di Amerika Serikat dan (negara) barat telah menstigmatisasi perjuangan Xinjiang melawan terorisme dan ekstremisme," kata Wang, Rabu (22/7) seperti dikutip dari AFP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prancis mengecam China atas tuduhan memenjarakan etnis Uighur dan menyatakan kebijakan itu sebagai tindakan yang tidak dapat diterima.
Menurut Wang, masalah di Xinjiang bukanlah tentang HAM, agama, atau etnis, melainkan tentang melawan terorisme dan separatisme.
"Kami dengan tegas menentang politisasi masalah agama dan menggunakan masalah agama untuk mencampuri urusan dalam negeri China," ujar dia.
Beijing bersikeras bahwa etnis minoritas ditempatkan di pusat pelatihan kejuruan untuk menghindari ekstremisme.
Ketika ditanya apakah program pelatihan yang dirujuknya masih berlangsung di Xinjiang, Wang mengatakan warga yang berada di pusat pelatihan telah menyelesaikan program kursus.
Tanggapan China muncul sehari setelah Paris menuntut agar pengamat hak asasi manusia independen diizinkan berkunjung ke Xinjiang.
Kelompok-kelompok HAM dan para ahli memperkirakan, ada lebih dari satu juta warga Uighur dan minoritas berbahasa Turki lainnya ditempatkan dalam jaringan kamp-kamp pengasingan.
Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yves le Drian menyatakan tindakan tersebut sebagai hal yang "tidak dapat diterima" dan pihaknya dengan tegas mengutuk China.
"Menurut informasi yang kami miliki, ada kamp-kamp penjara berisikan orang-orang Uighur, penahanan massal, penghilangan paksa, kerja paksa, sterilisasi paksa, dan penghancuran warisan Uighur. Semua tindakan ini tidak dapat diterima. Kami mengutuk mereka dengan tegas," ujar Le Drian.
Le Drian juga mengatakan bahwa Prancis ingin China memberikan izin akses kepada Komisaris Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Ketegangan antara negara-negara Barat dan China semakin meningkat di berbagai bidang, termasuk pasca diberlakukannya Undang-Undang Keamanan di Hong Kong.
(ans/dea)