Aparat keamanan India menerapkan jam malam di beberapa bagian di Kashmir pada Selasa (4/8), sehari menjelang peringatan satu tahun pencabutan status semi-otonomi di wilayah yang disengketakan dengan Pakistan itu.
Seorang pejabat sipil Kashmir bagian India, Shahid Iqbal Choudhary, mengatakan jam malam diberlakukan di kota utama Srinagar, karena ada informasi tentang aksi protes yang direncanakan oleh kelompok-kelompok anti-India untuk menyatakan 5 Agustus sebagai "Hari Berkabung".
Polisi dan anggota korps paramiliter India menyambangi rumah-rumah penduduk untuk memperingatkan mereka supaya tetap tinggal di rumah. Pasukan India lantas mendirikan barikade baja dan meletakkan kawat berduri di jalan, jembatan, dan persimpangan di Srinagar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Choudhary mengatakan jam malam akan diberlakukan pada Selasa dan Rabu.
"Serangkaian masukan menyebut kelompok separatis dan kelompok yang disponsori Pakistan berencana merayakan 5 Agustus sebagai Hari Hitam dan akan ada aksi kekerasan atau protes," ujarnya.
Pada 5 Agustus 2019, pemerintah India yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi mencabut status otonomi khusus negara bagian Jammu-Kashmir dan membaginya menjadi dua wilayah yang diperintah secara federal.
Sejak itu, India menerapkan sejumlah undang-undang baru yang menurut penduduk setempat bertujuan untuk menggeser demografi di wilayah mayoritas Muslim, di mana banyak di antaranya menginginkan kemerdekaan dari India atau bersatu dengan Pakistan.
Kashmir menjadi wilayah sengketa utama antara Pakistan dan India, sejak keduanya terpecah usai berakhirnya masa kolonial Inggris. Kedua negara memperebutkan wilayah Kashmir dan sudah berperang dua kali atas terkait sengketa itu.
Setelah keputusan 5 Agustus 2019, pemerintah India memberlakukan pembatasan arus informasi melalui internet dan pengamanan ketat di Kashmir selama berbulan-bulan.
Ketika beberapa pembatasan dilonggarkan, India terus memberlakukan lockdown ketat pada Maret untuk memerangi penyebaran virus corona di Kashmir. Keputusan itu dinilai memperdalam krisis sosial dan ekonomi di wilayah yang bergolak itu.
(ans/ayp)