Advokat terkemuka di Christchurch, Selandia Baru, Nigel Hampton, berharap agar terdakwa teror penembakan yang menewaskan 51 warga Muslim, Brenton Harrison Tarrant, mendapat hukuman yang sangat berat dan bahkan tidak pernah bebas.
"Kejahatan yang mengerikan itu mungkin membutuhkan hukuman yang luar biasa", kata Nigel seperti dikutip AFP, Senin (24/8).
Senada dengan Nigel, Seorang Profesor Hukum bernama Chris Gallavin mengatakan hukuman yang setimpal dengan perbuatan Tarrant adalah hukuman seumur hidup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia tidak akan pernah melihat cahaya lagi," kata Gallavin.
Rangkaian sidang pembacaan kesaksian dan fakta-fakta perbuatan yang dilakukan oleh Tarrant mulai dibuka hari ini hingga Kamis mendatang. AFP melaporkan saat Tarrant masuk ke ruang pengadilan ia tidak menunjukkan emosi sama sekali.
Hakim Cameron Mander mengatakan proses pemberian hukuman penting bagi para korban, dan sebagai bentuk akhir dari prahara yang terjadi serta sebagai cara terbaik membantu komunitas Muslim di Selandia Baru.
Mander diperkirakan akan menjatuhkan hukuman pada Tarrant pada Kamis (26/8) mendatang.
Dia mengatakan akan memberitahu setiap perkembangan yang ada dalam persidangan kasus ini.
"Pengadilan memiliki tugas, terutama dalam konteks pelanggaran terhadap UU Pemberantasan Terorisme, untuk memastikan UU itu tidak digunakan sebagai landasan ... (dan) mencegahnya digunakan sebagai kendaraan untuk kerusakan lebih lanjut," kata Mander.
Saat proses peradilan berlangsung, pengamanan akan diperketat oleh kepolisian setempat. Korban serta psikolog kesehatan juga turut dihadirkan, pendukung-pendukung para korban juga diperkenankan untuk hadir.
Jika Tarrant dijatuhi hukuman seumur hidup, maka hal ini adalah hukuman terberat kedua kalinya yang diberikan di Selandia Baru yang tidak menerapkan hukuman mati.
Sebelumnya Selandia Baru pernah menjatuhkan hukuman seumur hidup dengan jangka waktu non-pembebasan bersyarat minimum 30 tahun untuk pria yang membunuh tiga orang pada 2001 silam.
Tarrant sudah memecat kuasa hukum dan tidak akan didampingi dalam menjalani sidang vonis.
(ndn/ayp)