Kongres Amerika Serikat mempertanyakan kesepakatan penjualan rumah dinas Duta Besar Amerika Serikat di Tel Aviv, Israel, kepada salah satu donatur Partai Republik, Sheldon Adelson.
Anggota Dewan Perwakilan dan Senat AS dilaporkan sedang menyelidiki apakah kesepakatan itu sesuai dengan peraturan.
Komite Urusan Luar Negeri Dewan Perwakilan AS telah mengajukan beberapa permintaan informasi dari Kementerian Luar Negeri AS tentang apakah penjualan rumah dinas tersebut sesuai peraturan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka juga ingin mengetahui apakah agen perantara properti yang digunakan memiliki hubungan politik dengan pembeli.
Secara tidak resmi, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat telah mengonfirmasi kepada Kongres bahwa Adelson adalah pembeli kediaman resmi Dubes AS di Israel, ujar seorang Ajudan Kongres kepada Associated Press, Kamis (10/9).
Pihak kedutaan hanya mengatakan bahwa pembeli mengajukan "penawaran tertinggi dan terbaik". Berdasarkan kesepakatan tersebut, Duta Besar AS untuk Israel, David Friedman, akan tetap tinggal di rumah dinas itu hingga musim semi 2021.
Sebelum dikonfirmasi, surat kabar bisnis Israel, Globes, telah mengidentifikasi Adelson sebagai pembeli. Adelson diketahui merupakan pendukung Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Pengumuman kesepakatan itu muncul pertama kali pada pekan ini. Saat itu, pihak Kedubes menolak untuk mengidentifikasi siapa pembeli atau mengungkapkan harga jual kediaman dubes yang berlokasi di kompleks tepi pantai di pinggiran kota Tel Aviv, Herzliya itu.
Harga properti diperkirakan senilai US$80 juta atau sekitar Rp1,18 triliun. Jumlah itu menjadikannya sebagai transaksi properti paling mahal dalam sejarah Israel.
Perwakilan Adelson tidak menanggapi permintaan komentar.
Seorang staf Kongres mengatakan yang menjadi pertanyaan adalah berapa banyak sewa yang akan dibayar oleh pembayar pajak AS, sementara Friedman tetap tinggal di sana.
Menjelang pemilihan presiden AS, pemerintahan Trump terlihat terburu-buru untuk menjual properti itu, baik sebagai isyarat ke basis Kristen Evangelis pro-Israel, maupun untuk mempersulit setiap upaya untuk memindahkan kedutaan kembali ke Tel Aviv jika dia tidak terpilih kembali.
Calon presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden, menyebut keputusan itu sebagai sikap yang "picik dan sembrono", tapi dia tidak akan memindahkan kedutaan kembali ke Tel Aviv jika terpilih sebagai presiden.
Sebagai catatan, pemerintahan Trump memindahkan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem pada 2018, tak lama setelah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Langkah tersebut adalah salah satu dari beberapa yang diambil pemerintah untuk mendukung Israel dan mengakibatkan Palestina memutuskan hubungan dengan Gedung Putih.
Palestina mengincar Yerusalem timur sebagai ibu kota masa depan mereka. Daerah itu direbut oleh Israel dalam perang Timur Tengah 1967.
Pencaplokan Israel atas Yerusalem timur tidak diakui secara internasional.
(ans/ayp)