Taipan properti asal China, Ren Zhiqiang divonis hukuman penjara selama 18 tahun lantaran kerap mengkritik cara Presiden Xi Jinping dalam menangani pandemi virus corona.
Ren menghadapi vonis pengadilan pada Selasa (22/9) atas tuduhan korupsi, penguapan, dan penggelapan dana publik.
Pengadilan Rakyat Menengah No.2 Beijing menuduh pengusaha 69 tahun itu dituduh menggelapkan dana publik sebesar hampir 50 juta yuan atau sekitar Rp108 miliar dan menerima suap senilai 1,25 juta yuan atau sekitar Rp2,6 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga didenda sebesar 4,2 juta yuan atau setara dengan Rp9,1 miliar.
Mengutip AFP, Ren juga dianggap menyalahgunakan kekuasaannya pada perusahaan properti, Huayuan Group hingga menyebabkan kerugian lebih dari 116 juta yuan bagi induk perusahaan milik negara dan kerugian properti senilai lebih dari 53 juta yuan bagi grup tersebut.
Pengadilan mengatakan jika Ren menerima 'secara sukarela dan mengakui dengan jujur' semua kejahatan yang dituduhkan kepadanya. Ia disebut tidak akan mengajukan banding atas keputusan pengadilan.
Vonis pengadilan menuai protes dari para aktivis yang menuduh Partai Komunis dan Presiden Xi menggunakan tuduhan korupsi untuk membungkam pihak-pihak yang berbeda pendapat.
Ren sebelumnya dikeluarkan dari keanggotaan Partai Komunis China karena secara terbuka mengkritik Presiden Xi Jinping atas penanganan pandemi virus corona. Dia terkenal karena keberaniannya berbicara tentang pembungkaman kebebasan berpendapat dan topik sensitif lainnya.
Mantan pengusaha real estate itu menghilang dari publik pada Maret setelah menerbitkan esai daring, isinya menuduh Xi Jinping telah melakukan kesalahan dalam menangani wabah virus corona yang muncul pada Desember lalu di kota Wuhan.
Esai tersebut mengkritik respons awal dan upaya pemerintah China dalam menyembunyikan informasi dan propaganda terkait virus tersebut. Namun tulisannya sudah hilang dari riwayat pencarian internet China.
Ren tidak secara gamblang menyebut nama Xi dalam tulisannya. Ia justru menyebut pemimpin tertinggi sebagai 'badut' yang haus kekuasaan.
"Saya tidak melihat seorang kaisar berdiri memamerkan 'pakaian barunya', tetapi seorang badut yang menanggalkan pakaiannya dan berkeras terus menjadi seorang kaisar," tulis Ren dalam tulisannya.
Pada 2016 lalu, Ren juga bermasalah dengan pengawas disiplin partai karena membuat petisi daring terkait aturan agar media China harus tetap setia pada partai. Akibat aksinya tersebut, Ren menjalani masa percobaan penahanan selama satu tahun dan akun Weibo miliknya ditutup oleh pemerintah.
Beijing sejak era Xi di tahun 2012 terus memperketat kebebasan berpendapat dan menahan ratusan aktivitas yang mengkritik kebijakan pemerintah.
Sejauh ini Xi Jinping telah menekan kritik, memperketat sensor, dan menindak organisasi yang tidak resmi. Dia juga telah menahan belasan jurnalis, aktivis perburuhan dan hak asasi manusia.
(evn)