Amerika Serikat memberikan perpanjangan izin selama 60 hari kepada Irak untuk mengimpor gas dari Iran. Irak mengandalkan impor gas dari Iran untuk menghidupkan aliran listrik yang sempat lumpuh.
Mengutip AFP, Teheran diketahui memasok sekitar sepertiga dari sektor kelistrikan Irak yang rusak akibat konflik bertahun-tahun dan buruknya sistem perawatan.
AS memasukkan industri energi Iran ke dalam daftar hitam pada akhir 2018. Namun sejak itu, Washington memberikan serangkaian keringan kepada Baghdad untuk mencegah pemadaman listrik skala nasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Mei, Washington memberi Irak perpanjangan selama empat bulan sebagai isyarat niat baik terhadap Perdana Menteri Irak, Mustafa al-Kadhemi, yang baru membetuk kabinet. AS memberikan keringanan karena menganggap kabinet bentukan Mustafa lebih 'ramah' dibanding pendahulunya.
AS telah menekan Irak untuk menggunakan keringanan tersebut agar mandiri dan tidak tergantung pada pasokan energi Iran, khususnya dengan perusahaan-perusahaan yang bermitra dengan Washington. AS sempat dibuat frustrasi oleh lambatnya kemajuan Irak di bawah perdana menteri sebelumnya, Adel Abdel Mahdi.
Sementara kabinet Kadhemi berusaha segera mencapai kesepakatan semacam itu, Irak tidak dapat membendung serangan roket dan alat peledak improvisasi (IED) yang terjadi hampir setiap hari terhadap kepentingan militer dan diplomatik Barat.
Dalam perjalanannya ke Washington pada Agustus, Kadhemi menghasilkan beberapa kesepakatan dengan berbagai perusahaan AS untuk pengembangan energi di Irak, termasuk dengan Chevron, Baker Hughes, Exxon, dan General Electric.
Sebagai produsen kedua OPEC, Irak bergantung pada ekspor minyak mentah untuk mendanai lebih dari 90 persen anggaran negara. Tapi jatuhnya harga pada tahun ini, secara serius merusak posisi fiskal pemerintah.
Pukulan lainnya berasal dari pandemi virus corona yang telah menyebar ke seluruh negeri. Lebih dari 330 ribu kasus dikonfirmasi dan 8.700 kematian yang diumumkan oleh Kementerian Kesehatan Irak.