Perang antara pasukan Armenia dan Azerbaijan sudah memasuki hari keempat pada Kamis (1/10). Aksi saling gempur terjadi kendati pada pemimpin dunia telah menyerukan agar kedua belah pihak mengakhiri konflik di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh.
Dua ledakan terdengar di Stepanakert, Azerbaijan sekitar Rabu (30/9) tengah malam saat sirine dibunyikan. Penduduk setempat mengatakan kota itu diserang menggunakan drone.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan pasukannya telah melakukan "serangan artileri yang menghancurkan posisi pasukan Armenia di wilayah pendudukan" di sepanjang malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara pejabat separatis di Karabakh menggambarkan situasi semalam di sepanjang garis depan sebagai situasi "tegang" dan kedua belah pihak saling menembakkan artileri.
"Musuh berusaha menyusun kembali pasukannya, tapi pasukan Armenia menekan semua upaya semacam itu," ujar pejabat tersebut seperti dikutip AFP.
Kedua belah pihak mengklaim telah menimbulkan kerugian besar di pihak lawan. Kedua negara juga mengabaikan seruan dari para pemimpin internasional agar menghentikan pertempuran yang berpotensi menarik kekuatan regional Turki dan Rusia.
Yerevan berada dalam aliansi militer negara-negara bekas Uni Soviet yang dipimpin oleh Moskow, pihaknya menuduh Turki mengirim tentara bayaran dari Suriah utara untuk mendukung pasukan Azerbaijan dalam konflik Karabakh.
Awal pekan ini, pihaknya juga mengklaim F-16 Turki yang diterbangkan untuk mendukung pasukan Baku telah menumbangkan pesawat perang SU-25 Armenia, tapi Ankara dan Baku membantah klaim tersebut.
Negara-negara Kaukasus tersebut mengalami kebuntuan pahit di wilayah Karabakh sejak runtuhnya Uni Soviet, ketika provinsi etnis Armenia memisahkan diri dari Azerbaijan.
Bentrokan paling sengit antara pasukan Azerbaijan dan Armenia terjadi pada Minggu (27/9). Korban tewas yang dikonfirmasi mendekati angka 130 jiwa ketika pertempuran kian meluas hingga hari kelima. Armenia mencatat 104 kematian tentara dan 23 warga sipil.
![]() Infografis Perbandingan Militer Armenia-Azerbaijan |
Sementara Azerbaijan belum mengakui adanya korban militer, tapi seorang jurnalis AFP di wilayah Beylagan selatan menyaksikan pemakaman seorang tentara yang tewas dalam bentrokan itu.
Baik Azerbaijan maupun Armenia telah mengumumkan darurat militer dan mobilisasi militer. Sementara Azerbaijan memberlakukan aturan militer dan jam malam di kota-kota besar.
Rusia berulang kali menyerukan agar kedua pihak mengakhiri pertempuran dan menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah proses negosiasi. Moskow mengaku prihatin karena anggota kelompok pejuang ilegal, termasuk dari Suriah dan Libya dikerahkan dalam perang tersebut.
Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan dan Pemimpin Azerbaijan, Ilham Aliyev kompak menolak gagasan untuk mengadakan pembicaraan damai.
Pada Rabu malam, dalam pembicaraan telepon antara Presiden Vladimir Putin dan Presiden Prancis Emmanuel Macron, keduanya mengeluarkan seruan terbaru untuk penghentian total pertempuran di Karabakh. Mereka menyatakan siap meningkatkan upaya diplomatik untuk membantu menyelesaikan konflik.
Deklarasi kemerdekaan Karabakh dari Azerbaijan memicu perang di awal 1990-an yang merenggut 30 ribu nyawa, tapi wilayah itu masih belum diakui sebagai negara merdeka oleh negara mana pun, termasuk Armenia.
Pembicaraan untuk menyelesaikan konflik sebagian besar terhenti sejak perjanjian gencatan senjata tahun 1994. Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat telah menengahi upaya perdamaian sebagai "Grup Minsk", tapi dorongan besar terakhir untuk kesepakatan damai gagal tercapai pada 2010.
(ans/evn)