Mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Azerbaijan periode 2016-2020, Husnan Bey Fananie, memperkirakan perang antara Azerbaijan dan Armenia di wilayah Nagorno-Karabakh nampak sulit diakhiri.
Sebab menurut dia banyak kepentingan yang bermain di wilayah tersebut, kendati tidak merincinya.
"Gencatan senjata udah sering sekali, dari 2016 saya datang sudah ada gencatan senjata-ada serangan-serangan kecil Armenia, serangan kecil Azerbaijan, berlangsung setiap tahun," ucapnya dalam sebuah diskusi yang diadakan di Rumah Budaya Fananie Center, Senin (26/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fananie sempat mengungkapkan bahwa Azerbaijan adalah wilayah yang memiliki cadangan minyak bumi. Beberapa negara tertarik dengan cadangan energi tersebut.
Ia kemudian memprediksi bahwa perang di sana tidak akan pernah selesai. Fananie berkaca pada kisruh yang masih terus bergejolak usai keruntuhan Dinasti Ottoman di Turki.
"Sudah kita buktikan semenjak perang dunia pertama, kekalahan Turki di abad 20, kehancuran dinasti imperium Ottoman, sampai hari ini terus negara-negara jajahan dan yang berafiliasi dengan Turki hari ini terkait Bosnia, sampai hari ini Kosovo, negara-negara Balkan juga yang dulu wilayah Ottoman, perang dunia selesai-yang menang saat itu di antaranya Rusia, perang itu tidak pernah berhenti," tuturnya.
Armenia dan Azerbaijan diketahui masih terus bentrok hingga saat ini. Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah korban yang telah jatuh dari tiap pihak yang berkonflik.
Gencatan senjata telah dilakukan tiga kali, tapi kedua negara tidak mengindahkannya. Paling baru sebuah roket kabarnya kembali diluncurkan oleh Armenia ke sebuah desa di Azerbaijan.
Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinian, mengatakan bahwa sikap agresif Azerbaijan dalam 25 hari memperebutkan Nagorno-Karabakh tidak menyisakan ruang untuk diplomasi.
Dalam sebuah video pidato yang disiarkan secara langsung ia menyerukan agar semua warganya angkat senjata untuk membela tanah air.
Ia pun mendesak walikota-walikota di negaranya untuk mengatur unit relawan. Selain itu, sang PM menuduh sikap Azerbaijan yang tidak kenal kompromi telah menghancurkan harapan akan penyelesaian melalui jalur politik.
"Tidak ada cara sekarang untuk menyelesaikan masalah Nagorno-Karabakh melalui diplomasi. Dalam situasi ini, kami dapat mempertimbangkan semua harapan, proposal, dan gagasan tentang perlunya menemukan penyelesaian diplomatik secara efektif dihentikan," ucapnya dilansir dari Associated Press, 22 Oktober lalu.
Di sisi lain, Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, mengatakan bahwa untuk mengakhiri permusuhan, pasukan Armenia harus mundur dari Nagorno-Karabakh.
Ia menegaskan bahwa Azerbaijan memiliki hak untuk merebut kembali Nagorno-Karabakh walaupun dengan kekerasan setelah hampir tiga dekade mediasi internasional tidak menghasilkan kemajuan.
Nagorno-Karabakh sendiri terletak di Azerbaijan, namun telah berada di bawah kendali pasukan etnis Armenia yang didukung oleh Armenia sejak perang berakhir perang di sana pada tahun 1994.
(ndn/ayp)