Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, memberikan klarifikasi terkait cuitannya menanggapi serangan di Prancis. Ia menilai ada salah tafsir atas tulisannya karena tidak dikutip secara menyeluruh.
"Mereka hanya menyoroti satu bagian dari paragraf 12 yang berbunyi: "Muslim berhak marah dan membunuh jutaan orang Prancis akibat pembantaian di masa lalu. Mereka berhenti di paragraf itu dan menyiratkan bahwa saya sedang mempromosikan pembantaian Prancis," tulis Mahathir dalam blog miliknya, chedet.cc, Jumat (30/10).
Padahal, lanjutnya, orang harus membaca secara keseluruhan sebab pada kalimat berikutnya berbunyi: "Tetapi pada umumnya Muslim belum menerapkan hukum pembalasan nyawa." Menurutnya orang Prancis sebaiknya belajar untuk menghargai perasaan orang lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, unggahan Mahathir dihapus oleh Twitter karena 'melanggar aturan mengenai glorifikasi kekerasan'. Pihak Facebook pun turut mengambil langkah serupa.
Mahathir mengaku tidak bisa berbuat apa-apa atas putusan ini. Namun ia menganggap kedua platform seharusnya menyediakan ruang untuknya menyampaikan pembelaan, karena menerapkan prinsip kebebasan berpendapat.
"Bahkan seruan saya bahwa orang Prancis harus menjelaskan perlunya menasihati rakyatnya agar peka dan menghormati kepercayaan orang lain pun diabaikan," imbuhnya.
Sebelumnya terjadi penyerangan di sekitar Gereja Notredame Basilica, Nice, Prancis. Penyerangan terjadi di tengah kritikan atas keputusan Presiden Prancis Emmanuel Macron mengizinkan Charlie Hebdo menerbitkan karikatur Nabi Muhammad S.A.W.
Serangan ini menewaskan tiga warga setempat. Pelaku sudah ditangkap yakni Brahim Aouissaoui yang diduga kuat warga negara Tunisia. Menurut Macron, serangan merupakan bentuk kegilaan teroris Islam.
"Kegilaan teroris Islam," kata Macron.
(els/ayp)