Putra Mahkota Abu Dhabi dan Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Uni Emirat Arab, Mohamed Bin Zayed Al Nahyan, meminta supaya sosok Nabi Muhammad S.A.W., jangan dihubungkan dengan aksi kekerasan atau dipolitisasi terkait kondisi di Prancis baru-baru ini.
Zayed juga mengutuk serangan teroris yang terjadi di Prancis.
Dilansir Gulf News, Selasa (3/11), Zayed mengungkapkan itu semua dalam sebuah percakapan telepon secara langsung dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam percakapan telepon dengan Macron, Zayed menyampaikan belasungkawa atas para korban dan berharap korban terluka segera pulih.
Zayed mengatakan, aksi teorisme jelas bertentangan dengan ajaran dan prinsip semua agama ketuhanan yang mengajak perdamaian, toleransi dan cinta serta kesucian hidup manusia.
Ia pun menegaskan menolak ujaran kebencian. Ujaran kebencian, kata Zayed, dapat merusak hubungan dan perasaan manusia.
Di sisi lain, sang putra mahkota mengungkapkan penghargaannya atas keragaman budaya di Prancis, yang merupakan rumah bagi warga Muslim yang hidup di bawah payung hukum.
Dia menyatakan UEA mengadopsi pendekatan yang jelas, sebagai negara Muslim di Arab yang hidup berdampingan dengan dunia atas dasar toleransi, kerja sama, dan cinta kebaikan untuk orang lain.
Kedua pemimpin juga membahas hubungan bilateral dalam kerangka kemitraan strategis kedua negara. Zayed menekankan kedalaman dan keteguhan hubungan antara kedua negara sahabat.
Mereka juga membahas sejumlah masalah regional dan internasional yang menjadi perhatian bersama. Percakapan telepon tersebut juga menyinggung situasi di Timur Tengah dan Mediterania Timur.
Diketahui UEA dan Prancis mengulangi penolakan mereka atas tindakan apa pun yang mengancam keamanan dan stabilitas di kawasan, atau campur tangan dalam urusan dalam negeri kedua negara.
Kedua pemimpin menyuarakan dukungan mereka untuk setiap gerakan atau inisiatif yang akan berkontribusi pada penyelesaian politik konflik di wilayah tersebut.
Topik lain yang dibahas termasuk informasi terbaru virus corona dan pentingnya memperkuat kerja sama internasional untuk mengatasi Covid-19.
Prancis baru-baru ini tengah berhadapan dengan berbagai teror. Peristiwa pertama yang terjadi yakni pembunuhan seorang guru bersejarah bernama Samuel Paty.
Ia dipenggal oleh seorang remaja imigran asal Chechnya. Insiden itu ditengarai oleh ulah Paty yang menggunakan karikatur Nabi Muhammad S.A.W., dari majalah satire Prancis, Charlie Hebdo, sebagai bahan ajarnya.
Unjuk rasa digelar di Paris merespon peristiwa pembunuhan tersebut. Publik meminta pemerintah untuk bersikap. Tidak lama berselang, Macron coba ambil sikap.
Ia mengutuk peristiwa itu, menutup masjid, meliburkan sekolah-sekolah di Prancis, berencana mengawasi pergerakan umat Muslim di negaranya, hingga menutup sebuah masjid yang dicurigai sebagai markas kelompok radikal.
Lihat juga:Gejolak Prancis dan Silat Lidah Macron |
Macron kemudian membuat heboh dunia dengan mengatakan bahwa agama Islam adalah agama yang sedang dalam krisis.
Berbagai negara dengan penduduk Muslim besar seperti Pakistan, Turki, hingga Indonesia mengecam pernyataan Macron. Ajakan memboikot produk Prancis juga menggema di negara-negara tersebut.
Macron enggan mundur dari sikapnya, meski sudah dikecam dan diancam negara-negara lain ia tidak mau minta maaf atas ucapannya. Ia bahkan menegaskan bahwa Prancis adalah negara yang sekuler dan mendukung kebebasan.
(ndn/ayp)