Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Saeb Erekat, meninggal setelah dirawat di rumah sakit akibat infeksi virus corona pada Selasa (10/11).
Dia berjuang melawan virus itu selama enam pekan. Namun, juru runding perdamaian Palestina itu mengembuskan napas terakhir dalam usia 65 tahun.
Erekat adalah seorang akademisi dan penulis Palestina yang mengenyam pendidikan di negara Barat. Dia menerima gelar sarjana dan master Ilmu Politik dari University of San Fransisco, AS, dan mengantongi gelar doktor dalam studi perdamaian dari Universitas Bradford di Inggris.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erekat tercatat juga pernah membaktikan diri sebagai pengajar di Universitas An-Najah di kota Nablus, Tepi Barat, dari 1979 hingga 1991. Hingga akhir hayatnya, ayah empat orang anak itu telah melahirkan selusin buku dan menetap di kota Yerikho, Tepi Barat.
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, menyebut kepergian Erekat sebagai kerugian besar bagi Palestina beserta rakyatnya.
Sedangkan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, mengatakan mendiang merupakan seorang patriot demi membela hak-hak kebebasan dan kemerdekaan rakyat Palestina.
Sebagai Sekjen PLO, Erekat merupakan pendukung utama Presiden Abbas.
Erekat dilahirkan di Yerusalem pada 1955. Pemilik nama lengkap Saeb Muhammad Salih Erekat itu mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk mencari jalan kelar atas krisis antara Palestina dan Israel.
Akan tetapi, dia juga menyaksikan hal-hal yang dia perjuangkan selama ini semakin terancam dengan gencarnya pembangunan pemukiman ilegal Israel, maraknya kekerasan, upaya perundingan perdamaian yang terhenti, dan perpecahan di Palestina.
Pada 2015, ketika gelombang kekerasan di Palestina meletus, Erekat menyalahkan kebijakan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang memicu hal itu terjadi.
"Saya mengutuk mereka yang menghancurkan harapan. Saya mengutuk mereka yang memilih pemukiman dan dikte daripada perdamaian dan negosiasi. Dan saya katakan kepada Anda, saya tidak membenarkan pembunuhan warga sipil... Israel atau Palestina," kata Erekat kepada AFP kala itu.
"Saya orang yang cinta damai. Saya ingin berdamai. Saya mengakui hak Israel untuk hidup," tambahnya.
Erekat juga dikenal sebagai orang yang dekat dengan mendiang pemimpin gerakan nasional Palestina, Yasser Arafat. Dia juga menjadi tokoh kunci dalam dunia politik Palestina.
Selain itu, Erekat dikenal aktif menyuarakan persoalan Palestina melalui media sosial.
Saat Israel menolak mengembalikan jasad warga Palestina yang tewas dalam serangan, Erekat mengecam keras kebijakan itu. Terutama setelah keponakannya ditembak mati di pos pemeriksaan Tepi Barat pada Juni.
Selama beberapa dasawarsa memperjuangkan Palestina, Erekat turut ambil bagian dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Camp David, Amerika Serikat, yang gagal terlaksana pada Juli 2000, dan pembicaraan mengenai pembangunan pemukiman Israel pada September 2010 di Washington D.C., yang kemudian mandek.
Dia juga menjadi kepala juru runding pada 2014 ketika Presiden Barack Obama mencoba memulai kembali upaya perdamaian Palestina dan Israel.
Erekat juga diterpa masalah kesehatan. Dia sempat menjalani transplantasi paru-paru di AS pada 2017 setelah berjuang melawan fibrosis paru selama beberapa tahun.
Kemudian pada 9 Oktober, PLO mengumumkan bahwa dia tertular Covid-19 dan pada 18 Oktober ia dirawat di rumah sakit Hadassah Ein Kerem Israel, hingga tutup usia.
(ans/ayp)