ANALISIS

Biden dan Konflik AS-China, Uighur hingga Laut China Selatan

CNN Indonesia
Selasa, 17 Nov 2020 15:28 WIB
Joe Biden memiliki 'PR' memulihkan sejumlah kebijakan politik luar negeri yang cukup banyak bergeser di bawah Trump, termasuk dengan China.
Presiden terpilih Amerika Serikat Joe Biden. (AP/Andrew Harnik)

Pemerintahan Obama dan Trump sama-sama menentang agresigvitas China di Laut China Selatan terkait klaim teritorial Beijing terhadap hampir 90 persen perairan itu.

Di masa pemerintahan Obama, China mulai membangun pulau dan menerapkan sejumlah instalasi militer di Laut China Selatan. AS kemudian mulai mengerahkan pesawat dan kapal militer ke perairan kaya sumber daya alam itu untuk menentang klaim sepihak China.

Di tangan Trump, AS meningkatkan tekanan terhadap China dengan menganggap seluruh klaim Negeri Tirai Bambu terhadap Laut China Selatan adalah ilegal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejauh ini, Biden tidak secara gamblang membahas posisinya terhadap sengketa di Laut China Selatan.

Namun, Biden lebih dari sekali menekankan bahwa ia pernah mengatakan AS tidak akan mendengarkan klaim China di perairan itu, langsung kepada Presiden Xi.

"(Xi mengatakan) Anda tidak bisa terbang di kawasan (Laut China Selatan). Saya bilang kami akan menerbangkan pesawat di kawasan itu dan kami tidak akan mendengarkan (China)," kata Biden dalam debat kedua calon presiden AS.

Biden juga terus memperkuat posisinya terkait sikap China di Asia setelah memenangkan pemilihan umum 3 November lalu.

Dalam komunikasinya bersama Perdana Menteri Jepang Suga Yoshihide via telepon pada Kamis pekan lalu, Biden berkomitmen mempertahankan Kepulauan Senkaku yang diperebutkan Tokyo dan Beijing di Laut China Timur.

Lemah soal Xinjiang dan Hong Kong

Selama satu tahun terakhir, China terus dirundung kecaman karena dianggap melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis minoritas Muslim Uighur di Xinjiang.

China dituduh menahan jutaan etnis Uighur di kamp-kamp mirip kamp konsentrasi dan menjadi subjek indoktrinasi hingga penganiayaan.

Selama ini, pemerintahan Trump telah mengambil serangkaian tindakan untuk menghukum China atas kebijakan represifnya di Xinjiang, termasuk sanksi yang menargetkan pejabat Partai Komunis dan pemboikotan barang yang mungkin dibuat oleh China dengan metode kerja paksa yang melibatkan etnis Uighur.

Sejumlah pengungsi Uighur sedikit khawatir bahwa kemenangan Biden akan melemahkan kebijakan AS terhadap China terkait pelanggaran HAM yang selama ini cukup tegas di tangan Trump.

Namun, selama kampanye, tim Biden cukup blak-blakan dengan menganggap tindakan China di Xinjiang sebagai "genosida", sebuah pernyataan yang selama ini diperdebatkan pemerintahan Trump.

Sama seperti isu di Xinjiang, sejumlah pihak juga khawatir bahwa kemenangan Biden akan melemahkan kebijakan AS terhadap China soal Hong Kong. 

Sebab, di era Trump, AS secara keras menentang sikap represif China terhadap kaum pro-demokrasi di Hong Kong.

Infografis Prediksi Kebijakan Joe BidenFoto: CNNIndonesia/Basith Subastian
Infografis Prediksi Kebijakan Joe Biden

Dalam beberapa waktu terakhir, China terus berupaya membendung Hong Kong yang selama ini merupakan wilayah otonominya dengan menerapkan Undang-Undang Keamanan Hong Kong yang baru.

UU itu memberikan kewenangan lebih bagi China untuk campur tangan terhadap urusan Hong Kong dan dinilai sejumlah pihak pengkritik memperluas kontrol Beijing terhadap kebebasan wilayah otonomi itu.

UU Keamanan Nasional Hong Kong bisa memberikan kewenangan terhadap pihak berwenang China untuk menindak secara hukum setiap upaya pemisahan diri (separatis), campur tangan asing, terorisme, dan semua kegiatan hasutan yang bertujuan menggulingkan pemerintah pusat dan segala gangguan eksternal di wilayah otonomi itu.

Namun, dalam kampanyenya, Biden berjanji bahwa ke depannya akan ada "nilai-nilai yang jelas, kuat, dan konsisten terkait China" jika ia terpilih sebagai presiden.

(rds/dea)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER