Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un diperkirakan berencana kembali menerapkan langkah berlebihan untuk mencegah penyebaran pandemi virus corona.
Kali ini Kim memutus hampir semua perdagangan dengan China dan bahkan, ia diduga mengeksekusi pejabat bea cukai karena gagal menangani barang impor dengan tepat.
Menurut data yang diterbitkan oleh administrasi bea cukai China, Beijing mengekspor barang ke Pyongyang hanya senilai US$253 ribu atau sekitar Rp3,5 miliar pada Oktober.
Dilansir CNN, Senin (30/11), China adalah mitra dagang terbesar Korut. Sebelum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjatuhkan sanksi utama kepada Korut sebagai hukuman untuk program senjata nuklirnya pada 2016 dan 2017, Beijing menyumbang lebih dari 90 persen dalam perdagangan luar negeri Pyongyang.
Angka bea cukai terbaru, jika akurat, menunjukkan Kim tampaknya bersedia mengurangi atau bahkan memutuskan perdagangan dengan China untuk mencegah Covid-19 memasuki Korut, bahkan itu berarti mempertaruhkan pasokan makanan dan bahan bakar negaranya.
Langkah tersebut dianggap lebih ekstrem mengingat China saat ini hanya melaporkan segelintir kasus setiap harinya.
Korut belum secara terbuka mengakui penurunan perdagangan atau alasan di baliknya, tapi pandemi Covid-19 dapat menjadi penjelasan yang paling mungkin.
Seorang anggota parlemen Korea Selatan menuturkan Kim dilaporkan telah mengeksekusi dua orang karena kejahatan terkait Covid-19, termasuk seorang pejabat bea cukai yang tidak mengikuti aturan pencegahan virus saat mengimpor barang dari China.
CNN belum bisa mengonfirmasi kabar tentang eksekusi tersebut secara independen dan pejabat Korut juga belum mengonfirmasi secara terbuka. Tap jika benar, pembunuhan itu adalah tanda lain dari seberapa serius Kim dalam menangani pandemi.
Media pemerintah Korut pada Minggu (29/11) melaporkan bahwa pihak berwenang telah memberlakukan tindakan anti-epidemi baru yang lebih ketat di seluruh negeri, termasuk meningkatkan jumlah pos penjagaan di penyeberangan perbatasan dan memperketat aturan masuk laut di daerah pesisir.
Pihak berwenang bahkan telah diperintahkan untuk "membakar sampah yang diangkut melalui laut".
Keputusan Pyongyang untuk mengurangi impor dari China telah mempengaruhi perdagangan ke arah lain. Data bea cukai Beijing pada Oktober menunjukkan impor China dari Korut turun 74 persen dari tahun-ke-tahun. Itu memaksa industri di China seperti produsen rambut dan wig harus mencari tenaga kerja murah di tempat lain.
Pabrik-pabrik rambut China sering kali mengalihdayakan tenaga kerja manual intensif ke Korut dengan mengirimkan bahan mentah dan membayar perusahaan Korut agar diselesaikan oleh para pekerja mereka.
Tapi sejak perbatasan Korut-China ditutup pada Januari untuk mencegah penyebaran Covid-19, arus perdagangan mengering dan harga melonjak.
Korut adalah salah satu negara pertama di dunia yang menutup perbatasannya ketika berita Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan, China. Hampir semua perjalanan ke negara itu terhenti tak lama setelah itu. Bahkan, pada musim panas lalu kota Kaesong diisolasi setelah ada laporan bahwa seorang pembelot kemungkinan telah membawa virus corona.
Media pemerintah Korut pun secara teratur menyampaikan berita-berita yang mengingatkan rakyatnya tentang pentingnya kampanye darurat anti-pandemi.
Para ahli percaya bahwa tanggapan waspada Pyongyang tak lain karena rezim Kim mengakui seberapa besar masalah yang akan ditimbulkan dalam mengatasi pandemi yang juga telah membuat kewalahan beberapa sistem perawatan kesehatan terbaik di negara-negara lain.
Infrastruktur perawatan kesehatan Korut yang runtuh tampaknya tidak akan memenuhi tugas untuk merawat sejumlah besar pasien Covid-19. Korut sendiri sudah kesulitan mengobati penyakit menular lainnya seperti TBC.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pembelot Korut yang melarikan diri dan para relawan di Korut mengatakan rumah sakit dan fasilitas medis Korea Utara seringkali bobrok dan kekurangan peralatan dan obat-obatan yang tepat.
Orang-orang yang melarikan diri selama musibah kelaparan pada 1990-an pun sempat berbagi cerita tentang proses perawatan medis di Korut. Mereka mengatakan amputasi dilakukan tanpa anestasi atau dokter harus menjual obat untuk membeli makanan guna bertahan hidup.
Pyongyang memang belum secara terbuka mengakui satu kasus Covid-19 di dalam perbatasannya, tetapi banyak yang mempertanyakan bagaimana mungkin virus tersebut tidak berhasil masuk ke sana.