Pangeran Saudi: Israel Kurung Warga Palestina di Penahanan

CNN Indonesia
Selasa, 08 Des 2020 17:10 WIB
Pangeran Arab Saudi sekaligus mantan Kepala Dinas Intelijen Kerajaan, menyebut Israel menahan warga Palestina di kamp konsentrasi.
Pangeran Arab Saudi, Turki al-Faisal al Saud. (Alex Wong/Getty Images/AFP)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pangeran Arab Saudi sekaligus mantan Kepala Dinas Intelijen Kerajaan, Turki al-Faisal al Saud, menyebut Israel menahan warga Palestina di kamp konsentrasi.

Dia menggambarkan Israel sebagai penjajah yang berperang sekaligus mempraktikkan apartheid.

"Pemerintah Israel telah menangkap ribuan penduduk tanah yang mereka duduki dan memenjarakan orang-orang di kamp konsentrasi di bawah tuduhan keamanan yang paling tipis, tua dan muda, wanita dan pria membusuk di sana tanpa bantuan atau keadilan," kata al Saud.

Dilansir Times of Israel, hal itu dikemukakan al Saud dalam diskusi panel konferensi Dialog Manama yang diselenggarakan oleh Institut Internasional untuk Kajian Strategis di Bahrain pada Minggu (6/12). Pertemuan itu turut dihadiri Menteri Luar Negeri Israel, Gabi Ashkenazi.

"Mereka menghancurkan rumah sesuka mereka, dan mereka membunuh siapa pun yang mereka inginkan. Namun, Knesset Israel mengeluarkan undang-undang yang mendefinisikan kewarganegaraan Israel secara eksklusif sebagai orang Yahudi, yang menyangkal hak yang sama bagi penduduk non-Yahudi Israel di bawah hukum. Demokrasi macam apa itu?," ujarnya.


Al Saud juga menyesalkan tindakan Israel atas pembangunan tembok keamanan Tepi Barat. Dia menjulukinya "tembok apartheid".

Di awal pemaparannya, Al Saud menekankan bahwa komentar pedasnya bersifat pribadi. Dia juga menggambarkan Israel sebagai pengganggu lingkungan haus darah yang selalu menginjak-injak semua norma dan standar internasional.

Al Saud memimpin intelijen Saudi selama lebih dari dua dekade dan menjabat sebagai duta besar kerajaan untuk Amerika Serikat dan Inggris. Meski saat ini dia tidak mengemban jabatan resmi, pendiriannya dipandang sangat mirip dengan Raja Salman.

Sebaliknya, Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) justru mengisyaratkan kesediaan lebih besar untuk menjalin hubungan dengan Israel secara diam-diam guna melawan musuh bersama mereka, Iran, dan meningkatkan investasi asing di kerajaan.

Tepat setelah Al Saud melayangkan komentar pedasnya, Gabi menanggapi kritik tersebut secara singkat melalui pidatonya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Di awal sambutan saya, saya ingin menyampaikan penyesalan saya atas komentar perwakilan Saudi. Saya tidak percaya bahwa mereka mencerminkan semangat dan perubahan yang terjadi di Timur Tengah," ujar Gabi melalui konferensi video dari Yerusalem.

Gabi awalnya dijadwalkan menghadiri konferensi tersebut secara langsung, tapi akhirnya ia harus menunda perjalanannya ke negara Teluk tersebut.

Dia kemudian melanjutkan komentarnya melalui cuitan di Twitter.

"Tuduhan palsu dari perwakilan Saudi di Konferensi Manama tidak mencerminkan fakta atau semangat dan perubahan yang sedang dialami wilayah. Saya menolak pernyataannya dan menekankan bahwa era 'permainan menyalahkan' telah berakhir. Kami berada di awal era baru. Era damai," cuit Gabi.

Pangeran al Saud kemudian kembali berkomentar menjelang sesi penutup konferensi tersebut.

al Saud mengatakan meski Israel kerap menggambarkan negaranya sebagai negara yang terancam secara eksistensial, kenyataannya mereka adalah negara kuat dengan persenjataan nuklir besar-besaran yang secara teratur terlibat dalam eksploitasi militer di Suriah, Libanon, dan tempat lainnya.


"Menawarkan persahabatan kepada kerajaan Arab Saudi tidak menghentikan pemerintah Israel untuk melepaskan antek politik mereka dan pemburu media mereka secara berturut-turut dari semua negara untuk merendahkan dan menjelekkan Arab Saudi," kata al Saud.

Arab Saudi terus menyatakan dukungannya secara terbuka atas Prakarsa Perdamaian Arab 2002. Kesepakatan yang disponsori oleh Saudi tersebut menawarkan hubungan penuh dengan Israel dengan semua negara Arab sebagai imbalan, apabila Israel menyetujui kenegaraan Palestina di wilayah yang direbut Israel pada 1967.

"Anda tidak dapat mengobati luka terbuka dengan paliatif dan obat penghilang rasa sakit. Abraham Accords bukanlah perintah Ilahi," kata al Saud merujuk perjanjian normalisasi antara Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain dengan Israel September lalu.

(ans/dea)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER