Pemerintah Amerika Serikat berencana memasukkan kelompok pemberontak Houthi di Yaman ke dalam daftar kelompok teroris.
Akan tetapi, keputusan AS itu dikritik oleh sejumlah lembaga bantuan yang menilai hal itu bakal membuat krisis kemanusiaan di Yaman akibat peperangan semakin memburuk.
"Keputusan itu bertujuan untuk menjerat kelompok Ansar Allah (Houthi) supaya bertanggung jawab terhadap serangan lintas perbatasan yang mengancam keselamatan warga sipil, infrastruktur dan pelayaran komersil," kata Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, dalam pernyataan pers seperti dilansir AFP, Selasa (12/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pompeo menyatakan kelompok Houthi terus menerus membunuh orang tidak bersalah, dan memicu ketidakstabilan di wilayah Timur Tengah, serta menolak proses perdamaian di Yaman.
AS sejauh ini sudah memberlakukan sanksi kepada kelompok Houthi. Kelompok itu diduga mendapat dukungan dari Iran.
Akan tetapi, Iran membantah tuduhan itu.
Pompeo menyatakan kelompok Houthi bertanggung jawab terhadap serangan roket di Aden pada 30 Desember 2020, yang menewaskan 26 orang.
Menurut Pompeo, keputusan itu akan berlaku sehari sebelum presiden terpilih AS, Joe Biden, dilantik pada 20 Januari mendatang. Namun, dia mengatakan keputusan itu tidak bakal mempengaruhi proses pengiriman bantuan kemanusiaan.
Meski begitu, sejumlah kelompok bantuan menyatakan jika AS memasukkan pemberontak Houthi ke dalam daftar organisasi teroris maka akan menyulitkan rakyat Yaman. Sebab, saat ini seluruh transaksi keuangan negara itu, termasuk untuk membeli kebutuhan pangan, dikendalikan oleh pemberontak Houthi.
"Kami berencana menerapkan status itu untuk meredam gerakan mereka yang berdampak buruk terhadap bantuan kemanusiaan dan impor barang ke Yaman. Kami siap untuk bekerja sama dengan PBB dan organisasi bantuan di dunia untuk mencari solusi selanjutnya," ujar Pompeo.
Kondisi Yaman semakin memprihatinkan sejak perang saudara antara pemberontak Houthi dan pemerintah meletup pada 2015. Akibat peperangan itu, Yaman dilanda kelaparan dan wabah kolera pada 2016 sampai 2020.
(afp/ayp)