Pengacara mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump, Rudy Giuliani, digugat oleh perusahaan teknologi penghitungan suara atas tuduhan bohong soal kecurangan pilpres.
Gugatan dilayangkan pada Senin (25/1) setelah Giuliani mengklaim perusahaan tersebut telah merugikan Trump dalam pilpres November lalu.
Dalam gugatan pencemaran nama baik, Dominion Voting Systems menuntut ganti rugi sebesar $1,3 miliar atau sekitar Rp18 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mantan wali kota New York Giuliani dan sekutunya membuat dan menyebarkan kebohongan besar, yang menjadi viral dan menipu jutaan orang agar percaya bahwa Dominion telah mencuri suara mereka dan mengatur pilpres," kata Dominion dalam gugatan tersebut di pengadilan federal Washington seperti dikutip dari AFP.
Perusahaan mengatakan bahwa Giuliani dan para sekutu Trump telah merusak reputasinya dengan menuduh mesin penghitungan suara itu melakukan manipulasi suara dan menguntungkan Presiden Joe Biden.
Klaim viral itu disebut membuat Dominion dipermalukan, meskipun tidak ada bukti bahwa penghitungan suaranya salah.
Giuliani sempat memimpin tim hukum Trump mengajukan gugatan untuk membatalkan hasil penghitungan suara pilpres di sejumlah negara bagian.
Namun putusan pengadilan di beberapa negara bagian dan federal, serta Kongres AS, telah menolak klaim Trump cs tersebut. Sementara Giuliani tidak segera mengomentari gugatan itu.
Ini adalah kasus kedua yang diajukan oleh Dominion.
Pada 8 Januari lalu mereka menggugat pengacara kampanye Trump lainnya Sidney Powell. Gugatan yang dilayangkan juga sebesar $1,3 miliar.
Powell merupakan pengacara yang mewakili Trump dalam upaya membatalkan hasil pilpres. Dia dituduh menyebar teori konspirasi tentang pemilihan presiden AS yang dimenangkan oleh Joe Biden.
(dea)