Mahkamah Agung Inggris memberikan izin kepada kelompok nelayan dan petani Nigeria menggugat perusahan minyak asal negara tersebut, Royal Dutch Shell (RDS), terkait kebocoran minyak di Delta Niger.
Kelompok yang terdiri atas 42.500 nelayan dan petani Nigeria menggugat pengadilan Inggris setelah selama bertahun-tahun lahan dan air bawah tanah di Delta Niger terkontaminasi kebocoran minyak.
Lihat juga:Total Hengkang dari Asosiasi Minyak AS |
Hakim menyatakan Shell sebagai salah satu penghasil energi terbesar dunia yang berbasis di Inggris itu memiliki kewajiban untuk dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan anak perusahaan di luar Inggris.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komunitas Ogale dan BIlle di Nigeria menyebut kehidupan dan kesehatan mereka menderita selama bertahun-tahun karena keocoran minyak yang berulang telah mengontaminasi lingkungan hidup di sana.
Mereka yang diwakili firma hukum Leigh Day berargumentasi bahwa Shell memiliki tanggung jawab karena memiliki kendali signifikan atas anak perusahaannya, SPDC.
Namun, dalam perjalanannya, Shell membantah bahwa pengadilan di Inggris tidak memiliki yurisdiksi untuk mengadili klaim tersebut.
Akhirnya, izin yang diberikan MA itu pun menjadi angin segar bagi komunitas nelayan dan petani di Nigeria untuk mencari keadilan atas Shell.
"(Putusan) juga merupakan momen penting dalam akuntabilitas perusahaan multinasional. Komunitas yang semakin miskin berusaha meminta pertanggungjawaban aktor perusahaan yang kuat dan penilaian ini secara signifikan akan meningkatkan kemampuan mereka untuk melakukannya, "kata salah satu advokat Leigh Day yang mengawal perkara tersebut, Daniel Leader seperti dikutip dari Reuters, Jumat (12/2).
Sebagai informasi, SPDC adalah operator jalur pipa yang merupakan perusahaan joint venture antara NigerianNational Petroleum Corporation (55 persen saham) dan Shell (30 persen). Selain itu, ada pula perusahaan minyak Prancis Total yang memiliki saham 10 persen) dan Eni dari Italia sebesar 5 persen.
Atas putusan dari MA Inggris tersebut, Shell menyatakan kecewa.
"Terlepas dari penyebab tumpahan, SPDC berupaya membersihkan dan memulihkannya. Selain itu, SPDC juga bekerja keras untuk mencegah sabotase yang membuat tumpahan-tumpahan ini," demikian pernyataan Shell.
Shell sebelumnya memang menyalahkan sabotase sebagai penyebab terjadinya kebocoran-kebocoran minyak.
Dalam laporan tahunannya pada Maret 2020, SPDC yang memproduksi sekitar 1 juta barel minyak per hari, mengalami tumpahan karena pencurian atau sabotase pipa yang melonjak 41 persen dari sebelumnya.
Pada 2015 silam, Shell setuju membayar hingga 55 juta poundsterling kepada komunitas Bodo di Nigeria sebagai bentuk kompensasi atas dua kebocoran minyak mentah. Itu dikenal hingga saat ini sebagai kompensasi terbesar yang diberikan di luar keputusan pengadilan atas kebocoran minyak di Nigeria.