Perdana Menteri Georgia Giorgi Gakharia (45) mengundurkan diri karena tak setuju dengan perintah pengadilan untuk menangkap pemimpin oposisi Nika Melia.
"Putusan pengadilan tidak bisa diterima jika itu menimbulkan resiko kesehatan dan nyawa warga kita atau menciptakan kemungkinan eskalasi politik di negara ini," kata politikus dari partai berkuasa Georgian Dream itu, dikutip dari AFP, Kamis (18/2).
Diketahui, Melia adalah pimpinan utama dari pihak oposisi yang terbilang kuat, Partai Persatuan Gerakan Nasional (UNM).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melia akan menghadapi ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara jika terbukti mengorganisasi kekerasan massal selama protes anti-pemerintah pada tahun 2019.
"Kasus saya adalah peradilan omong kosong. Ini bagian dari represi yang sedang berlangsung terhadap oposisi,"ujarnya, kepada AFP.
Pihak oposisi, katanya, juga siap untuk melakukan pembicaraan soal pemilu. "Kekuasaan akan berubah di Georgia dengan damai dan segera," yakinnya.
Ketua Umum Gerogian Dream Irakli Kobakhidze mengatakan pihaknya "menyesali" keputusan pengunduran diri Gakharia. Messi demikian, pihaknya akan memutuskan satu calon perdana menteri pengganti Gakharia
Lihat juga:Militer Myanmar Jamin Akan Gelar Pemilu |
"Saya mendesak Melia untuk mematuhi keputusan pengadilan. Jika tidak, pemerintah akan menegakkan keputusan pengadilan dan menangkapnya," kata kobakhidze dalam jumpa pers.
Meski demikian, Kementerian Dalam Negeri Georgia mengatakan telah "menunda sementara penahanan yang direncanakan" terhadap Melia.
Uang Jaminan
Pengadilan di Georgia sebelumnya memutuskan menempatkan Melia dalam penahanan pra-sidang pada Kamis (18/2). Hal itu terjadi setelah dia menolak untuk membayar biaya jaminan yang lebih tinggi menjelang persidangan dalam kasus demonstrasi anti-pemerintah pada 2019.
![]() |
Melia dituduh memprovokasi kekerasan selama protes yang meletus di Tbilisi pada Juni 2019. Ribuan pengunjuk rasa bentrok dengan polisi yang menggunakan gas air mata dan peluru karet.
Penangkapannya ini dianggap berisiko meningkatkan krisis politik di Georgia sejak pemilihan parlemen Oktober lalu.
Pihak oposisi mengecam pemilihan itu, sebab merasa dicurangi setelah Partai Georgian Dream mengklaim kemenangan. Sementara, kelompok hak asasi manusia dan pengamat internasional mengatakan ada dugaan penyimpangan dalam pemungutan suara tersebut.
Semua partai oposisi di negara bekas Uni Soviet itu menolak untuk duduk di parlemen baru. Aksi itu pun dinilai merusak legitimasi politik Georgian Dream, yang dikendalikan oleh mantan perdana menteri Bidzina Ivanishvili.
Para pemimpin dari hampir semua partai oposisi negara itu berkumpul sejak Rabu di markas besar Partai UNM di Tbilisi. Mereka bersumpah akan menghalangi polisi jika tetap bergerak menangkap Melia.
Namun polisi anti huru hara (pengendali kerusuhan) terus bergerak di sekitar markas UNM. Hal itu diketahui dari rekaman yang ditayangkan Stasiun televisi Georgia.
(isa/evn)