Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Barakah milik Uni Emirat Arab (UEA) mulai mengalirkan listrik untuk pelanggan.
Dilansir Reuters, Selasa (6/4), PLTN Barakah itu adalah yang pertama beroperasi untuk keperluan komersil di Jazirah Arab. Langkah UEA membangun PLTN bertujuan untuk keberagaman pemanfaatan energi dan supaya tidak tergantung dengan minyak bumi, meski negara itu merupakan salah satu penghasil.
"Pembangkit listrik tenaga nuklir berkemampuan megawatt pertama di Arab mulai mengalirkan listrik ke jaringan listrik nasional," tulis Wakil Pemimpin UEA, Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum, melalui akun Twitter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putra Mahkota Abu Dhabi, Pangeran Mohammed bin Zayed al-Nahyan, mengatakan tersambungnya aliran listrik dari PLTN Barakah merupakan jejak bersejarah yang juga menandai 50 tahun berdirinya negara itu.
Proses pembangunan PLTN Barakah sempat mandek karena UEA memutuskan membangun pondasi industri nuklir dari nol.
Reaktor pertama PLTN Barakah baru diizinkan beroperasi pada 2020 lalu, padahal diharapkan sudah mulai berjalan sejak 2017 silam.
Pada Agustus 2020 lalu, Unit 1 PLTN itu tersambung dengan jaringan listrik dan sanggup mencapai kemampuan produksi listrik hingga 100 persen saat diuji.
Sedangkan Reaktor 2 baru mendapatkan izin beroperasi pada Maret lalu.
PLTN Barakah mempunyai empat unit reaktor dan dibangun oleh Perusahaan Tenaga Listrik Korea (KEPCO). Jika beroperasi penuh, maka reaktor itu mampu memasok 5.600 megawatt listrik, setara dengan 25 persen kebutuhan listrik di UEA di masa puncak permintaan.
Pembangunan PLTN ini merupakan salah satu upaya UEA melepaskan ketergantungan akan minyak dan gas sebagai sumber energi nasional.
UEA merupakan salah satu pemasok minyak mentah dan gas terbesar di dunia. Perekonomian negara Emirat tersebut terus berkembang secara pesat selama beberapa dekade terakhir akibat penjualan minyak dan gasnya.
Produksi minyak dan gas UEA menyumbang hampir satu pertiga GDP nasional. Pada 2019 lalu, UEA memasok minyak mentah senilai US$50 miliar ke berbagai negara.
Meski Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mendukung PLTN tersebut, sejumlah ahli energi mempertanyakan urgensi UEA membangun reaktor energi nuklir di saat situasi tak menentu di Timur Tengah.
Beberapa ahli bahkan menganggap UEA memiliki potensi mengembangkan energi panas atau solar energy ketimbang energi nuklir.
Kepala Nuclear Consulting Group Paul Dorfman menganggap investasi UEA terhadap pembangunan energi nuklir di negaranya berisiko menjadikan kawasan Timur Tengah terutama kawasan Teluk Arab tidak stabil.
Menurut Dorfman, energi nuklir juga berpotensi merusak lingkungan dan meningkatkan proliferasi nuklir di kawasan.
(ayp/ayp)