Sentimen anti-Prancis di Pakistan terus merebak sejak beberapa bulan terakhir hingga dinilai mulai mengancam keamanan ekspatriat dari negara Eropa barat tersebut.
Di Twitter, tagar #FranceLeavePakistan menjadi trending dengan lebih 55 ribu kicauan pada Kamis (15/4) sore.
Duta Besar Prancis di Islamabad bahkan menyerukan seluruh warga dan perusahaan asal negaranya untuk segera meninggalkan Pakistan "karena ancaman serius".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemarahan terhadap bangsa Prancis yang merebak di Pakistan dipicu oleh majalah satir Charlie Hebdo yang kembali menerbitkan karikatur Nabi Muhammad pada September 2020 lalu.
Penerbitan itu dilakukan sehari sebelum persidangan 14 tersangka penembakan kantor Charlie Hebdo pada 2015 lalu yang dipicu oleh penerbitan karikatur serupa.
Alih-alih mengecam karena termasuk penghinaan agama, Presiden Prancis Emmanuel Macron membela publikasi karikatur Nabi Muhammad tersebut. Macron berdalih karikatur nabi itu merupakan bentuk kebebasan berekspresi
Tak hanya di Pakistan dan sebagian besar negara mayoritas Muslim, publikasi karikatur Nabi Muhammad itu pun menjadi bumerang bagi Prancis sendiri.
Sejak publikasi ulang karikatur itu, sejumlah serangan teror terjadi di Prancis mulai dari pemenggalan seorang guru sekolah, penusukan, hingga penembakan.
Serangan serupa yang menargetkan warga dan perwakilan diplomatik Prancis juga terjadi di luar negeri, seperti Arab Saudi dan Belanda.
Sentimen anti-Prancis di kalangan umat Muslim dunia juga kian diperkeruh setelah Macron mengeluarkan pernyataan usai serangan terjadi di Gereja Notredame Basilica, Nice.
Dalam kesempatan itu, Macron menyebut serangan itu sebagai tindakan gila teroris Islam dan menyatakan tidak akan menyerah menghadapi "terorisme Islam".
"Kegilaan teroris Islam," kata Macron mengutip CNN.
Sejak itu, penduduk Muslim di dunia mengecam pernyataan Macron. Sejumlah negara Timur Tengah seperti Iran, Qatar, dan negara mayoritas Muslim di Asia seperti Pakistan menyerukan boikot produk Prancis.
Demonstrasi anti-Prancis pun mulai bermunculan di Pakistan, di mana salah satu partai politik konservatif, Tehreek-e-Labbaik (TLP), menggelar protes besar-besaran hingga membuat lalu-lintas Ibu Kota Islamabad macet total.
Pada Oktober 2020, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengecam pernyataan Macron dan penerbitan karikatur Nabi Muhammad tersebut. Khan mengatakan "provokasi disengaja harus dilarang secara universal."
Dikutip AFP, Khan juga menuduh Macron menyerang Islam dan mendesak negara Muslim bekerja sama menentang apa yang ia anggap sebagai penindasan agama yang tumbuh di Eropa.
Sejak itu, demonstrasi anti-Prancis terus berlangsung dan kembali memanas dalam sepekan terakhir. Para demonstran menuntut pemerintah Pakistan mengusir duta besar Prancis di Islamabad.
Protes yang dipelopori oleh TLP itu bahkan berubah rusuh hingga menewaskan dua petugas polisi dan melukai 340 orang lainnya dalam tiga hari terakhir.
Protes pun meluas setelah pemimpin TLP, Saad Hussain Rizvi, ditahan aparat Pakistan lantaran dinilai telah menghasut pengikutnya untuk melakukan kekerasan hingga pembunuhan.
Pakistan bahkan memutuskan membubarkan dan melarang TLP beroperasi.
(rds/dea)