Pembantaian Armenia, Tragedi yang Dianggap AS Genosida

CNN Indonesia
Selasa, 27 Apr 2021 08:31 WIB
Ilustrasi. (AP)
Jakarta, CNN Indonesia --

Relasi Amerika Serikat dan Turki kembali renggang setelah Presiden Joe Biden menyatakan secara resmi tragedi pembantaian Armenia di era Kekaisaran Ottoman pada 1915 silam sebagai genosida.

Genosida merupakan pembunuhan besar-besaran terhadap satu suku atau bangsa secara sistematis. Tindakan kejam itu dianggap sebagai salah satu kejahatan perang dalam hukum internasional.

Pernyataan Biden itu dianggap menjadi kemenangan besar bagi Armenia, setelah beberapa negara juga mengamini tindakan genosida itu, seperti Uruguay, Prancis, Jerman, Kanada, hingga Rusia.

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menentang langkah AS tersebut. Ankara bahkan memanggil Duta Besar AS untuk Turki, David Satterfield, sebagai bentuk ketidaksenangan atas keputusan Biden yang dinilai menyebabkan "luka dalam hubungan yang sulit diperbaiki."

Pembantaian bangsa Armenia sendiri terjadi pada 1894-1896. Saat itu, Ottoman baru saja masuk dalam pusaran Perang Dunia I untuk mendukung Jerman dan Austria-Hungaria.

Pemerintahan Ottoman khawatir orang Armenia di Anatolia Timur (sekarang Turki Timur) membantu Rusia yang ingin menaklukkan Konstantinopel (sekarang Istanbul).

Banyak orang Armenia dilaporkan membentuk kelompok partisan untuk membantu tentara Rusia yang menyerang Ottoman.

Ottoman pun dilaporkan membantai puluhan ribu orang Armenia di Anatolia Timur. Pada 1896, ribuan orang lainnya juga dilaporkan tewas di Konstantinopel usai tentara Armenia berusaha merebut wilayah yang dikuasai Ottoman tersebut.

Puncak pembantaian terjadi pada 25 April 1915. Kekaisaran Ottoman Turki disebut menangkap satu per satu warga Armenia dan membunuh mereka dalam operasi pembersihan etnis.

Pada Mei 1915, komandan Ottoman memulai deportasi massal orang-orang Armenia dari Anatolia timur. Ribuan orang yang diusir dari wilayahnya pergi ke selatan menuju Suriah dan Mesopotamia.

Kala itu, saksi hidup orang Armenia mengatakan bahwa sekitar 1,5 juta orang tewas dalam pembantaian tersebut atau meninggal akibat kelaparan dan kelelahan di padang pasir.

Kekaisaran Ottoman akhirnya runtuh dan terbentuklah Republik Turki yang dideklarasikan di Ankara pada 1923. Sejak itu, Republik Turki kerap membantah kejahatan yang dilakukan era Ottoman bak "upaya sistematis" memusnahkan orang Armenia.

Turki kerap menyebut bahwa ribuan orang Turki dan Armenia tewas dalam peperangan antar-etnis ketika kekaisaran Ottoman mulai runtuh.

Republik Turki juga menyebut jutaan jiwa melayang itu imbas peperangan dalam invasi Rusia selama Perang Dunia I.

Pembantaian era Ottoman itu tak jarang menjadi batu ganjalan hubungan Turki dan Armenia di masa kini. Kedua negara bahkan memutuskan mengubur sejarah permusuhan kelam tersebut dengan menandatangani perjanjian damai pada 2019.

Isi perjanjian itu juga menyerukan pembentukan komisi ahli internasional untuk mempelajari pembantaian tahun 1915, yang menurut Armenia harus dinyatakan sebagai genosida.

Akhirnya, kedua pihak setuju untuk menjalin hubungan diplomatik dan membuka perbatasan negara mereka, serta bersedia tunduk pada persetujuan parlemen dari kesepakatan itu.

(rds/has)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK