Jakarta, CNN Indonesia --
Setiap hari India melaporkan jumlah kasus infeksi virus corona (Covid-19) yang memecahkan rekor dunia. Lonjakan kasus itu terjadi karena berbagai faktor.
Jumlah kasus dan kematian yang sesungguhnya, bisa berkali-kali lebih tinggi dari yang dilaporkan secara resmi. Namun, informasi yang keliru menyebar di India, dan kadang dikonsumsi sebagai sebuah kebenaran.
Berikut cek fakta yang dilakukan CNN terkait gelombang kedua Covid-19 di India.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Tudingan Varian Baru di Balik Lonjakan Infeksi
Pada 24 Maret, Kementerian Kesehatan India menyatakan bahwa varian yang menjadi perhatian (VOC) dan varian mutasi ganda baru virus corona (Covid-19) ditemukan.
Banyak kalangan menduga virus corona jenis mutasi B.1.617 menjadi lonjakan infeksi.
Padahal, para ilmuwan masih meneliti varian baru itu. Sejauh ini tidak ada informasi yang cukup untuk menentukan apakah varian itu mendorong lonjakan kasus.
India membutuhkan pengawasan genom yang lebih besar. Para ahli percaya suatu negara perlu melakukan pengurutan genetik untuk 5-10 persen dari semua sampel uji Covid untuk menilai berapa banyak variasi aktivitas yang terjadi.
Berdasarkan keterangan dekan Brown University School of Public Health, Ashish Jha, India mengurutkan kurang dari satu persen kasus infeksi corona.
Beberapa epidemiolog India menyatakan ada hubungan antara penyebaran virus corona varian baru dan peningkatan kasus. Namun, yang patut dicatat ada juga varian lain yang muncul dan menyebar di negara itu, misalnya virus corona varian Inggris.
Istilah "mutan ganda" mengacu pada varian virus yang memiliki dua mutasi protein lonjakan. Salah satu mutasi, yang disebut L452R, juga ditemukan pada varian lain yang memberikan beberapa tingkat ketahanan sistem imun.
Mutasi kedua, yang disebut E484Q, mungkin mirip dengan mutasi lain yang ditemukan pada varian Afrika Selatan. Namun, bukan berarti varian mutasi itu lebih mudah menular atau lebih mematikan, CNN belum memiliki informasi tersebut.
2. Kremasi dan Polusi Udara
Pemerintah Kota New Delhi mengkremasi lebih dari 600 jenazah pasien Covid-19 setiap hari. Prosesnya berjalan selama 24 jam.
Hal itu menyebabkan beberapa orang bertanya-tanya apakah asap akibat kremasi jasad pasien corona memicu polusi udara di India.
Berdasarkan cek fakta, beberapa daerah di New Delhi melaporkan tingkat polusi udara selama gelombang kedua infeksi corona. Jika dipikir, masuk akal jika proses kremasi memengaruhi kualitas udara.
Penelitian sebelumnya menunjukkan kremasi di udara terbuka dan dengan menggunakan kayu ikut melepaskan gas karbon monoksida dan polutan lainnya dengan jumlah kecil. Namun, menurut seorang aktivis lingkungan dan sosial yang berbasis di Delhi, Vimlendu Jha, jumlah zat sisa akibat kremasi tidak cukup signifikan untuk memicu polusi.
Dia menambahkan bahwa masyarakat terbiasa dengan tingkat (polusi udara) yang buruk. Meskipun kualitas udara saat ini buruk, hal itu tidak biasa menurut "standar India".
[Gambas:Video CNN]
Polusi udara selalu menjadi masalah besar di India. Faktor utama termasuk kabut asap dari pembakaran lahan, emisi gas buang kendaraan bermotor, pembangkit listrik, dan polusi dari lokasi konstruksi.
Namun, kekhawatiran mengenai risiko kesehatan semakin meningkat selama pandemi. Para ahli memperingatkan polusi dapat membuat orang berisiko terkena infeksi Covid-19 lebih tinggi dan meningkatkan beban terhadap kesehatan masyarakat.
3. Sedikit Kaum Muda Terinfeksi Gelombang Kedua Corona
Pada 15 April, Menteri Utama New Delhi, Arvind Kejriwal merilis video mendesak kaum muda agar berhati-hati.
"Dalam gelombang virus corona ini, para pemuda terinfeksi. Saya mengimbau semua pemuda untuk menjaga diri mereka sendiri," katanya melalui Twitter.
Konsultan utama senior untuk perawatan kritis anak di Rumah Sakit Anak Pelangi Madhukar, New Delhi, Chandrasekhar Singha, mengatakan lebih banyak anak yang terinfeksi selama gelombang kedua berlangsung dari pada saat gelombang pertama. Namun, ada kemungkinan gelombang kedua memiliki proporsi yang sama untuk pasien Covid-19 anak.
India memiliki populasi penduduk yang relatif muda, dengan usia rata-rata 28 tahun dibanding Amerika serikat dan Inggris. Pengalaman di negara lain menunjukkan orang yang lebih muda memiliki mobilitas tinggi dan memungkinkan mereka menyebarkan virus.
Berdasarkan cek fakta, statistik pemerintah menunjukkan bahwa kaum muda tidak terkena dampak yang lebih buruk selama gelombang kedua daripada gelombang pertama.
Menurut Ketua Gugus Tugas Covid-19 India, V. K. Paul, selama gelombang pertama sekitar 31 persen pasien berusia di bawah 30 tahun. Selama gelombang kedua, angka itu hanya mengalami sedikit peningkatan, menjadi 32 persen.
Menurut statistik pemerintah, sekitar 21 persen pasien berusia antara 30 dan 45 tahun selama gelombang pertama, proporsi itu tidak berubah selama gelombang kedua.
Hal itu tak jauh beda pada kasus kematian. Tahun lalu, 20 persen kematian adalah orang berusia 50 atau lebih muda. Kali ini, 19 persen.
4. Sudah Divaksin Tetap Terinfeksi Corona
Menurut laporan media lokal, beberapa dokter yang bekerja di rumah sakit dinyatakan positif meskipun sudah divaksinasi.
Hal itu menimbulkan kekhawatiran publik bahwa vaksin India tak efektif terhadap varian baru. Namun, berdasarkan pemeriksaan fakta, data statistik tak mendukung hal itu.
Menurut data Dewan Penelitian Medis India (ICMR), dari 1,7 juta orang yang divaksin dengan vaksin Covaxin buatan India, sebanyak 695 dinyatakan positif atau sekitar 0.04 persen.
Dari 15 juta orang yang menerima dua dosis vaksin Covishield- vaksin AstraZeneca buatan India- sebanyak 5.014 dinyatakan positif atau sekitar 0,03 persen.
[Gambas:Video CNN]
5. Program Vaksinasi yang Baik Bisa Mencegah Covid
Program vaksinasi India sudah penuh masalah sejak awal. Peluncuran yang lambat dan permintaan yang melonjak menyebabkan beberapa negara bagian kekurangan vaksin.
Sejauh ini, 1,3 miliar penduduk India atau sekitar 2 persen telah divaksin, dengan salah satu dari dua vaksin.
Program vaksinasi yang lambat menuai banyak kritik. Beberapa orang berpendapat, hal itu mungkin memicu gelombang kedua.
Menurut peneliti senior kesehatan global di University of Southampton, Michael Head, untuk sementara vaksin menawarkan individu beberapa tingkat perlindungan. India kemungkinan akan melihat lonjakan kasus karena sistem bertahap dari program vaksinasi.
India juga memvaksin kelompok yang paling rentan terlebih dahulu termasuk kalangan lanjut usia dan petugas medis. Namun, ada persepsi orang yang muda dan sehat dapat melakukan perjalanan sehingga memicu penyebaran virus.
Mereka mungkin akan menjadi prioritas terendah dalam hal vaksinasi. Studi dari bagian lain dunia juga menunjukkan penyebar Covid-19 terbesar adalah orang dewasa yang lebih muda.
Meski begitu, bukan berarti vaksinasi tak memainkan peran penting. India kini berlomba mengejar tujuan awal vaksin, dengan langkah baru yang memungkinkan impor vaksin asing.
Hingga saat ini, pemerintah India telah membeli setidaknya 205,5 juta dosis.
[Gambas:Video CNN]