Diam-diam Frustrasi Muslim Singapura Lebaran saat Pandemi
Pengetatan aturan pencegahan Covid-19 oleh Pemerintah membuat Muslim Singapura tak bisa merayakan Idulfitri bersama banyak orang. Meski kecewa, mereka tetap menjalaninya demi keamanan bersama.
Salah satu Muslim Singapura yang terdampak adalah Namira Nasir. Hari Raya tahun ini menjadi yang terakhir sebelum dia menikah. Ia sangat menantikan momen berkumpul dengan teman dan keluarga setelah tahun-tahun yang melelahkan.
Namun harapan itu harus pupus lantaran pemerintah Singapura pada Selasa (4/5) kemarin memperketat aturan jelang lebaran. Aturan itu membuat Nasir pindah dari rumah keluarganya.
Mulai tanggal 8 sampai 30 Mei, pertemuan sosial akan dibatasi. Dari yang sebelumnya delapan orang dalam satu kelompok, kini menjadi lima orang. Setiap rumah juga hanya dapat menerima hingga lima pengunjung berbeda per hari.
Aturan itu semakin terasa ketat, setelah Kementerian Kesehatan Singapura memberi saran agar masyarakat mengadakan maksimal dua pertemuan setiap harinya.
Meski langkah itu bukanlah sebuah perubahan besar bagi keluarga Nasir, mereka optimistis akan perbaikan situasi beberapa pekan lalu sebelum kasus Covid-19 melonjak lagi.
"Suasana hati diperburuk dengan sesuatu yang kontras dalam optimisme yang kami miliki hingga beberapa minggu lalu. Situasi sekarang membuat kami sedikit kehilangan motivasi," katanya, seperti dikutip Channel News Asia pada Kamis (6/5).
Memasuki pekan akhir Ramadan, Nasir dan keluarganya berusaha menuntaskannya sebaik mungkin.
"Saya pikir dampak yang lebih besar (dari langkah-langkah yang direvisi) muncul dari situasi yang semakin tegang dengan meningkatnya jumlah kasus. Hal itu akan, dan seharusnya, membuat orang lebih berhati-hati dengan pertemuan mereka."
Tahun ini adalah Idulfitri kedua yang akan dirayakan umat Muslim di tengah pandemi. Tahun lalu, Ramadan dan Hari Raya jatuh ketika pertemuan di rumah dan di ruang publik tak diperbolehkan atau selama "pemutus rantai" penyebaran Covid-19 diberlakukan.
Bahkan, sebelum langkah-langkah ketat itu diumumkan, salah umat Muslim lain Afiq Anwar memiliki harapan yang tinggi untuk merayakan Lebaran tahun ini dengan penuh suka cita.
"Semua orang diam-diam frustrasi dengan pembatasan pertemuan hanya lima orang," kata Anwar.
"Mengurangi jumlah menjadi lima pada dasarnya melarang kunjungan dalam bentuk apa pun di pihak keluarga ibu saya," ujarnya.
Sebelum pandemi, keluarga Anwar kerap melakukan buka puasa bersama di satu rumah. Pertemuan keluarga besar di hari lebar juga merupakan hal yang lazim, kata Anwar.
Misalnya, silaturahmi ke rumah kerabat secara ramai-ramai atau berkumpul di rumah nenek dari pihak ayah untuk berpesta sepanjang hari.
Muslim lainnya, Ahmad Musta'ain Khamis, mempertimbangkan untuk tinggal di rumah sebagai upaya melindungi anggota keluarga yang lansia. Mengingat ada yang belum divaksinasi sepenuhnya. Meski begitu keluarganya telah bersiap menerima tamu.
"Tahun lalu, ibu saya tidak banyak menyiapkan kue," kata pria berusia 34 tahun itu.
"Tahun ini, kami pergi ke pasar kueh, merencanakan daftar pengunjung, dan saya bahkan mendapatkan termometer inframerah untuk memeriksa dahi orang-orang di pintu."
Namun, Ahmad memahami bahwa tradisi kali ini harus mengalah lebih dulu demi kesehatan dan keselamatan bersama.
"Tentu saja ada sisi sentimentil yang kuat, yang dipegang pada praktiknya. Tapi budaya terus berubah dan perubahan apa yang akan terjadi bergantung pada hal-hal seperti keselamatan, preferensi dan hukum," kata dia.
Keamanan juga menjadi prioritas utama Aidli Mosbit yang akan menikah dan menggelar resepsi pernikahan di Hotel Fullerton Bay pada 22 Mei.
Acara ini tadinya dimaksudkan sebagai acara "three-in-one", yakni merayakan pernikahan, Hari Raya Idul fitri, sekaligus ulang tahun calon suaminya.
Ia yang mengundang sekitar 100 tamu masih risau soal perlu tidaknya keberadaan tim medis di lokasi acara, kebutuhan terhadap tes Covid-19 sebelum acara dimulai, dan penentuan soal siapa perlu tidaknya undangan yang sudah divaksin untuk dites.
Di bawah aturan baru di Singapura, tes pra-acara diperlukan untuk semua pengunjung jika resepsi pernikahan melibatkan lebih dari 50 orang. Batas itu kemudian ditetapkan menjadi 100 orang.
"Sebagai seorang pendidik, saya datang dari tempat yang mengutamakan keselamatan. Kami tidak ingin membuat diri kami berada dalam masalah. Saya tidak marah, ini hanya kecemasan karena ada hal-hal yang perlu kita atur, "katanya.
Presiden Asosiasi Profesional Perawatan Kesehatan Muslim, Norisham Main, mengatakan Muslim melihat pengetatan baru sebagai kemunduran kecil, Meskipun, itu tak seburuk tahun lalu.
"Karena ini adalah beberapa hari terakhir Ramadan, umat Islam juga dapat melihat ini dari perspektif memberi dan berkorban," ucap Norhisham, yang juga anggota dari Satuan Tugas Covid-19 Muslim Melayu.
"Kami akan melakukan bagian kami untuk mengatasi klaster baru, dan mudah-mudahan dengan langkah-langkah baru ini, kami dapat mengurangi kenaikan tersebut."
Diketahui, kasusCovid-19 di Singapura melonjak. Dalam satu pekan terakhir, negara itu melaporkan 60 kasus baru. Hingga kini, total kasusnya mencapai 61.268 kasus dengan 31 kasus kematian.
Sebagai langkah menekan laju penyebaran kasus, pemerintah memperketat aturan seperti membatasi pertemuan, menutup tempat gym, dan wisatawan yang datang akan dikarantina selama tiga pekan.
(isa/dea)