Sesampainya di Beirut, hati Deasy juga masih was-was lantaran melihat situasi dan kondisi pandemi di Libanon. Pandemi corona membuat pemerintah Libanon menerapkan serangkaian pembatasan dan hal itu kian memperburuk perekonomian negara tersebut.
Deasy menuturkan masyarakat Libanon banyak yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Ia mengatakan sempat ada beberapa demonstrasi menentang aturan pemerintah terkait pembatasan kegiatan akibat pandemi virus corona.
"Terlihat banyak yang tidak memakai masker, dan masih sering berkumpul. Jadi, kita sendiri yang harus ekstra hati-hati. Selalu memberlakukan prokes, tidak berkerumun, dan tentunya menjaga Kesehatan dan meningkatkan imunitas tubuh," ucap Deasy.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meskipun banyak terjadi protes karena kondisi perekonomian masyarakat semakin memburuk akibat serangkaian pembatasan dari pemerintah,penurunan kasus corona hingga menjadi 249 merupakan sesuatu yang patut diapresiasi," paparnya menambahkan.
Selama bulan Ramadan, Deasy semakin rindu suasana berpuasa di Indonesia. Ia menuturkan meski Libanon merupakan negara di Timur Tengah, tidak banyak masjid di sana.
Karena itu, Deasy mengandalkan jadwal imsakiyah yang dikeluarkan KBRI atau TV dan radio setempat untuk menjadi pengingat waktu salat dan berbuka.
Selain itu, Deasy memaparkan situasi perekonomian yang semakin sulit akibat pandemi membuat suasana bulan Ramadan kurang terasa di Beirut.
"Mesjid tidak sebanyak di Indonesia, yang hampir di setiap kelurahan ada masjid. Di Beirut sekitarnya, hanya ada beberapa mesjid, dan biasanya dibuka hanya pada waktu salat saja. Selama Ramadan ini, meskipun diberlakukan pembatasan, masjid boleh dibuka untuk salat tarawih dengan kapasitas terbatas," kata Deasy.
Selebihnya, Deasy menuturkan pengalaman berpuasa pertama kali di Beirut tidak banyak berbeda dengan di Indonesia. Ia menuturkan imsak di Beirut sekitar pukul 04.00 pagi dan berbuka sekitar pukul 19.20 malam.
Meskipun saat ini memasuki musim panas, tetapi kata Deay suhu di Beirut masih berasa di kisaran 24-27 derajat celcius.
"Meskipun demikian, semangat Ramadan tetap terasa di antara WNI. Sesekali kami berbuka puasa bersama dengan mematuhi protokol kesehatan, tidak lebih dari tujuh orang."
Yang paling berkesan sampai saat ini adalah saat berkesempatan ikut berbuka puasa bersama di KRI Sultan Hasanuddin yang baru tiba di Libanon awal April lalu. Karena bisa buka puasa dengan bakso, nasi goreng, dan ada takjil kue putu dan bubur kacang hijau juga!" tutur Deasy bersemangat.
(rds/ayp)