Pemerintah Belarus dilaporkan memaksa pesawat jet milik maskapai Inggris, Ryanair, untuk mendarat di bandara Ibu Kota Minsk supaya mereka bisa menangkap seorang aktivis, blogger dan jurnalis pro oposisi, Roman Protasevich.
Dilansir CNN, Selasa (25/5), peristiwa itu terjadi pada Minggu (23/5) lalu terhadap pesawat maskapai Ryanair dengan kode penerbangan 4978. Saat itu pesawat dalam perjalanan dari Athena, Yunani, menuju Lithuania.
Menurut saksi yang berada di pesawat, pilot mendadak menyatakan pesawat itu harus mendarat darurat di Minsk akibat kendala teknis. Saat mendengar pengumuman itu, Protasevich langsung berdiri dari kursi dan mengambil tas berisi perangkat elektronik seperti komputer jinjing hingga ponsel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Protasevich lantas memberikan seluruh perangkat elektronik itu kepada seorang perempuan warga Rusia, Sofia Sapega. Dia adalah mahasiswi dan diperkirakan kekasih Protasevich.
Menurut penuturan seorang saksi yang berada di pesawat dan duduk persis di belakang Protasevich, Marius Rutkauskaus, mengatakan begitu pilot menyampaikan pengumuman akan mendarat darurat, wajah Protasevich langsung murung. Dia bahkan mengatakan kepada sejumlah penumpang bakal dihukum mati.
"Saya melihat dia duduk di samping kekasihnya dan mulai panik. Sebagaimana yang saya pahami, dia adalah jurnalis itu. Dia panik karena pesawat itu akan mendarat di Minsk. Dia mengatakan hukuman mati sudah menunggunya," kata Rutkauskaus.
Menurut pernyataan Ryanair, awak mereka diberi tahu oleh menara pengawas di Minsk spaya segera turun karena ada ancaman. Mereka lalu diperintahkan mendarat di Bandara Minsk.
Sementara menurut Wakil Komandan Angkatan Udara Belarus, Mayjen Andrey Gurtsevich, membantah tuduhan memaksa pesawat Ryanair mendarat. Dia mengatakan mereka menyatakan kepada pilot Ryanair ada sebuah ancaman keamanan di pesawat itu.
Dia juga menyatakan mengutus sebuah jet tempur MiG29 untuk mengawal pesawat Ryanair hingga mendarat.
Setelah pesawat mendarat, dilaporkan ada enam orang yang turun dan tidak melanjutkan penerbangan. Diduga mereka adalah Protasevich, Sapega dan sejumlah agen intelijen yang diutus untuk membuntuti.
Diperkirakan Protasevich sudah dibuntuti agen intelijen sejak lama akibat sepak terjangnya.
Protasevich selama ini menjalankan aksi menolak rezim Presiden Belarus, Alexander Lukashenko, yang sudah berkuasa selama 26 tahun dari luar negeri. Dia membentuk kanal di aplikasi Telegram bernama Nexta, yang menjadi salah satu motor penggerak aksi unjuk rasa menentang Lukashenko.
Pemerintahan Lukashenko menjeratnya sebagai tersangka delik pidana, yakni mengorganisir aksi massa hingga mengakibatkan kerusuhan dan merusak ketertiban umum. Dia juga masuk ke dalam daftar buronan di Belarus kategori terorisme.
Lukashenko selama ini dikenal sebagai pemimpin diktator dan dekat dengan Rusia. Mereka menjadi negara penyangga (buffer state) antara Rusia dengan negara-negara anggota Uni Eropa.
Dia kembali dilantik karena diklaim memenangkan pemilihan presiden pada 2020. Sedangkan pesaingnya yang merupakan politikus sekaligus aktivis hak asasi manusia, Sviatlana Tsikhanouskaya, menuduh ada indikasi kecurangan.
Tsikhanouskaya serta kelompok oposisi lantas menggelar unjuk rasa. Lukashenko dan rezimnya menolak klaim Tsikhanouskaya dan menuduhnya mengganggu ketertiban umum.
Lukashenko lantas memerintahkan aparat meredam aksi demo dan menangkap sejumlah tokoh oposisi. Tsikhanouskaya berhasil kabur dan saat ini bermukim di Lithuania.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Ryanair, Michael O'Leary, menyebut peristiwa itu sebagai sebuah pembajakan pesawat yang dibantu oleh pemerintah Belarus.
(ayp/ayp)